SOSOK PEMBELAJAR YANG SENANG BERMIMPI

24 September 2007

Hukum Kompensasi

Hukum ini merupakan kelanjutan dari hukum menabur dan menuai. Hukum ini mengatakan anda akan mendapatkan hasil yang sebanding dari apa yang anda usahakan. Pas takarannya, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demiakian, apa yang anda capai adalah hasil usaha anda yang sudah anda lakukan, Sama dengan hukum tabur tuai, ketika anda menabur angin maka anda akan menuai badai. Kalau boleh mengambil ucapan bijak orang sunda, melak bonteng moal jadi cabe. Terjemahannya ketika kita menanam timun maka tidak mungkin akan menghasilkan cabe.

Itulah hukum kepastian alam yang akan berlaku mutlak. Semisal status anda saat ini adalah kompensasi dari apa yang sudah anda lakukan. Sedikit relevan dengan hal ini Hasan Al Bana pernah mengatakan, kenyataan anda hari ini adalah hasil mimpi anda kemarin, dan kenyataan anda di masa depan adalah hasil mimpi anda sekarang. Tentunya mimpi yang diwujudkan melalui tindakan nyata, tidak hanya khayalan disiang bolong. Karena orang yang sukses adalah orang yang waktu mimpinya lebih banyak dari waktu tidurnya. Dari uraian ini saya mengajak anda untuk menggunakan waktu yang kita punya untuk melakukan investasi dengan terus mananam sebanyak-banyaknya dengan cara meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan atau apapun yang akan bisa memberi niali tambah.

Kembangkan seluruh kemampuan itu sampai hingga tidak pernah mencapai titik batas. Hal yang paling menakutkan jika kita telah merasa menemukan batasan-batasan palsu yang diakibatkan baik oleh pengalaman sebelumnya yang belum tentu benar pada saat ini atau percaya dengan ucapan orang lain. Anda memakai batasan itu untuk menjustifikasi ketidak-mampuan Anda. Janganlah membuat batasan abadi dalam hidup kita, buatlah batasan-batasan sementara agar kita dapat terus berusaha mencapai hal yang terbaik. Janganlah kita mudah percaya terhadap apa yang dikatakan orang lain, namun ujilah kebenarannya dengan memberikan yang terbaik dalam hidup ini.

Kurek Ashley, pembicara motivasi asal Chicago mengatakan,” You cannot live by yesterday’s standards and expect aextraordinary results today.” (Anda tidak dapat hidup dengan standar-standar kemarin dan mengharapkan hasil yang menakjubkan hari ini). Tepat sekali, seorang juara selalu memperbaharuhi target yang ingin dicapainya. Tiada hari tanpa adanya kemajuan, bersiaplah untuk selalu lebih memberikan yang lebih baik dari apa yang Anda miliki sekarang. Sehingga nanti ketika kita akan menuai/memanen, banyak hasil yang akan kita dapatkan. Pertanyaan untuk kita renungkan sudah seberapa banyak benih yang sudah kita tanam??? Kalau belum, ayo kita mulai sekarang menanam, mumpung masih ada waktu…SALAM SUKSES!!!
Selengkapnya...

11 September 2007

Mengatasi Rasa Minder

Awal mula yang mendasari tulisan ini dimulai dari sebuah pertanyaan mahasiswa baru yang kebetulan bertemu pada suatu momen. Dia menceritakan kalau dia sering merasa minder, bila bertemu orang baru dan di lingkungan baru. Ceritanya ditutup dengan pertanyaan bagamana cara mengatasi rasa minder ? Pertanyaan yang simpel tapi tidak mudah untuk dijawab.

Sebagai mahasiswa yang lebih senior tentunya saya jawab donk pertanyaan tersebut (biar kelihatan seniornya he2), hal itu karena saya ingin membantu permasalahan dia. Waktu itu saya jawab dengan menggunakan pendekatan yang diajarkan oleh salah satu guru imajiner saya yaitu Steven R. Covey dengan mengatakan bahwa rasa minder bila ketemu orang baru itu muncul karena persepsi kita yang salah, karena urutannya, dari persepsi akan menghasilkan cara pandang kita dan dengan cara pandang kita akan mempengaruhi perilaku kita. Jadi dari hasil analisis saya sementara mahasiswa baru tersebut mempunyai kesalahan dalam melakukan persepsi yaitu melakukan penilaian atas pergambaran sebuah objek dengan melakukan asosiasi yang salah terhadap objek tersebut. Jelas dengan kelirunya kita terhadap suatu persepsi, maka akan mempengaruhi cara pandang kita, dan lebih lanjut lagi akan mempengaruhi prilaku kita.

Rasa minder yang tervisualisasikan dari prilakunya individu merupakan repsensentasi dari persepsi dan cara pandang yang salah terhadap objeknya.Saya berharap jawaban tersebut bisa cukup memberikan gambaran untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Walaupun secara pribadi juga saya tidak puas dengan jawaban saya pribadi. Hal ini yang membuat saya terus berpikir untuk bisa menemukan akar permasalahannya sehingga bisa menemukan solusinya. Proses pemikiran tersebut sampai menemukan sebuah penjelasan yang lain dengan di atas, rasa inferior atau rendah diri muncul pada pribadi yang tidak mempunyai konsep diri yang bagus. Menurut Adi W Gunawan, konsep diri terdiri dari beberapa komponen yaitu diri ideal, cermin diri, dan harga diri.

Diri ideal akan menunjukan siapa sebenarnya sosok ideal yang ada dalam kehidupan kita. Sosok ideal bisa di visualisasikan sebagai sosok yang paling dikagumi. Sebagai contoh kita bisa mengadopsi tokoh ideal pahlawan, tokoh terkemuka, artis, pengusaha atau bahkan sosok yang imajiner.

Cermin diri merupakan gambaran penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Ini terkait dengan bagaimana kita mampu mengenal diri sendiri. Pengenalan diri sangat penting untuk mengukur sejauh mana posisi kita berada untuk mencapai posisi yang diinginkan (diri ideal).

Harga diri merupakan gambaran tentang sejauh mana kondisi kita yang sekarang (cermin diri), lalu dibandingkan dengan suatu kondisi yang ingin kita capai suatu saat nanti (diri ideal). Perbandingan diantara keduanya itulah nilai harga diri kita. Semakin sedikit perbedaan antara diri ideal dengan cermin diri, maka harga diri seseorang akan semakin baik, begitu pula sebaliknya.

Ketiga komponen inilah yang penting dalam konsep diri, kalau ketiga komponen ini baik maka konsep dirinya juga baik. Untuk menuju ke sana tentunya dibutuhkan sebuah proses yang tidak sebentar. Hal itu juga harus ditambah dengan penanaman nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang benar dan harus kita pegang. Sehingga dengan dengan adanya sebuah nilai-nilai yang dianut maka akan membuat anda menjadi sosok dan pribadi yang kuat. Akhirnya kalaupun ada virus mental (rasa minder) yang akan menyerang, maka anda sudah siap dengan anti virusnya yaitu konsep diri yang kuat dan penanaman nilai-nilai yang mengakar dalam diri. SALAM SUKSES!!!
Selengkapnya...

BESARNYA SEBUAH ASA

Sudah menjadi tradisi, bila setiap tahun dunia pendidikan kampus disibukan oleh hajatan penerimaan mahasiswa baru. Banyak pihak yang menantikan akan momet tersebut, entah itu orang tua siswa, calon mahasiswa itu sendiri. Di pihak kampus juga tidak kurang gairaihnya, baik itu pihak birokrat kampus yang menanti calon “konsumen” yang baru, atau pun mahasiswa senior yang akan punya ade baru. Itulah realita yang selalu bergulir setiap satu tahun sekali.

Bagi mahasiswa baru, jelas perubahan status dari pelajar menjadi mahasiswa akan menjadi gengsi atau mungkin kebanggaan sendiri. Artinya dengan status yang baru dia telah menjadi siswa yang “super”, bagaimana tidak, dengan embel-embel mahasiswa yaitu terdiri dari suku kata maha dan siswa. Kata maha menunjukan sesuatu yang super dan luar biasa, dan merupakan puncak yang paling tinggi. Siapa yang tidak bangga dengan predikat tersebut. Hal itu akan semakin lengkap bila kita masuk jurusan studi sesuai dengan keinginan kita. Wah dengan hal tersebut kita mungkin bisa mengklaim kalau setengah dari cita-cita kita sudah tercapai. Tentunya asa yang besar ini pula juga yang akan menjadi pendorong semangat dalam melakukan proses perkuliahan nanti. Hal ini akan ditambah dengan harapan mempunyai teman baru, mempunyai lingkungan yang baru, tentu juga dengan intelektual yang baru juga. Bahkan tidak sedikit pula yang bermimpi ketiban pacar baru.

Untuk orang tua juga tidak kalah bahagiannya, hal ini karena tidak semua orang tua bisa menyekolahkan anaknya pada level perguruan tinggi. Dan tidak semua anak pula mempunyai kemampuan otak untuk bisa menembus perguruan tinggi. Bagi orang tua, kebanggaan yang paling tinggi adalah bila melihat anaknya sukses. Karena pada saat orang tua berada dalam forum publik, hal yang paling enak untuk dibicarakan adalah masalah anak. Jadi jelas akan menjadi kebanggaan yang luar biasa jika orang tua mempunyai anak yang cerdas dan mampu berprestasi.

Harapan yang besar juga hinggap di mahasiswa senior, banyak yang berharap (terutama aktivis organisasi) mahasiswa baru bisa lebih mengenal kampusnya bisa mengenal realitas sosial yang ada di masyarakat tentunya bisa menghindari dunia yang hedonis yang selama ini cukup mengakar kuat di sebagaian mahasiswa. Oleh karena itu, sudah sangat familiar bisa untuk menyambut mahasiswa baru diadakan acara yang dikenal dengan nama ospek. Diharapkan dengan acara tersebut bisa menanamkan paradigma baru untuk bisa mencetak intelektual yang berkualitas.

Jelas asa itu akan bisa tercapai jika semua pihak ikut memperjuangkannya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini tidak bisa dilakukan secara parsial tapi harus didukung oleh semua pihak (prinsip mestakung) baik itu mahasiswa baru dengan mempunyai komitmen yang kuat untuk terus belajar, orang tua dengan selalu memonitor perkembangan anaknya, mahasiswa senior dengan memberi tauladan yang baik, elemen organisasi yang ada di kampus dengan memberi ruang untuk belajar dan berkreasi, dan tentu juga birokrat kampus dengan membuat kebijakan yang memihak mahasiswa.

Satu hal yang penting, sekolah jangan sampai menjadi candu yang bisa memabukan. Candu yang bisa membuat kita lupa akan jadi diri kita sebagai mahasiswa. Manusia intelektual yang mempunyai daya kritis dan peka terhadap fenomena sosial yang ada di masyarakat. Serta tentu saja manusia yang bisa menjadi agen untuk perubahan. SALAM SUKSES!!!
Selengkapnya...

08 September 2007

Live Your Life With Passion

Mengawali tulisan ini, saya tertarik dengan ucapan yang mendalam dan sangat filosofis yang diucapkan oleh guru imajiner saya yaitu Adi W Gunawan seorang Re-educator dan penulis buku best seller. Karena saya yakin banyak diantara kita yang tidak paham apa itu hidup, mengapa kita hidup, dan untuk apa kita hidup. Bahkan banyak orang yang menjalani hidup ini cuma sebatas menunjukan eksistensi, numpang hidup di dunia, atau bahkan hanya sebatas sebagai pelengkap, itupun pelengkap penderitaan.

Sistem pendidikan yang adapun belum mampu untuk bisa menghasilkan lulusan yang bisa menjawab pertanyaan diatas. Apalagi untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kualitas dan mental yang bagus, serta menghasilkan manusia-manusia yang bijak yang bisa bermanfaat buat sesama. Sehingga tidak heran kalau Topatimasang (1998) mengatakan pendidikan tidak ubahnya seperti candu yang memabukan, yang membuat banyak orang yang terlena dan terbius sehingga tidak bisa mengenal realitas yang ada disekitarnya. Tentunya ini bertolak belakang dengan apa yang inginkan oleh salah satu tokoh pendidikan dunia Paulo Freire yang melontarkan tentang tujuan akhir upaya proses pendidikan adalah adalah memanusiakan manusia (humanisasi) yang berarti pemerdekaan atau pembebasan manusia dari situasi batas yang menindas dari kehendak kita.

Pada prakteknya sistem pendidikan tidak mengakui bahwa manusia itu sosok yang unik, artinya sosok yang satu akan berbeda dengan sosok yang lain. Buktinya untuk bisa mengukur kecerdasan seseorang masih saja menggunakan kecerdasan tunggal yaitu kecerdasan inteletual, yang bisa terlihat dari ketrampilan menghitung, merinci, dan menganalisis. Tidak heran kalau nilai raport dan IPK menjadi ukuran kebanggaan yang mutlak bagi anak didik dan orang tua sehingga tidak jarang banyak yang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang bagus. Hal inilah yang menyebabkan Adi W. Gunawan mengatakan dengan bahasa provokatif bahwa sekolah hanya dirancang untuk menghasilkan orang-orang gagal.

Padahal sudah sejak lama Howard Garner menemukan bahwa dalam diri seseorang terdapat kecerdasan yang majemuk, artinya seseorang memiliki beberapa kecerdasan yang antara satu dengan yang lain berbeda ukurannya. Kecerdasan tersebut yaitu linguistic, logical-mathematical, bodily-kinesthetic, spatial-visual, musical, intrapersonal, dan interpersonal. Bahkan diawal tahun 1990-an Daniel Golemen menemukan sesuatu yang menggemparkan bahwa kecerdasan intelektual hanya berpengaruh 20% terhadap kesuksesan dalam hidup. Selebihnya itu ditentukan oleh kecerdasan lain (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional yaitu kecerdasan untuk mampu memahami diri sendiri sehingga bisa memahami orang lain dan bisa membina hubungan baik dengan orang lain.

Dalam perjalanannya, saya banyak menemui mahasiswa yang belum memahami betul tentang hal tersebut diatas. Sehingga mereka menjalani kuliah hanya sebatas rutinitas balaka. Berangkat pagi hari untuk mengikuti kuliah, datang langsung duduk manis dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh dosen, dan pulang setelah dosen selesai mengajar, pergi ke perpustakaan itupun kalau sempat dan tidak menggangu waktu bermain. Sedikit sekali diantara mahasiswa yang mau menggunakan waktu sisanya untuk melakukan aktivitas yang bisa menggali dan mengembangkan potensi diri seperti kegiatan berorganisasi di dalam maupun di luar kampus. Banyak yang tidak mau keluar dari zona kenyamanan (comfort zone) untuk menerima tantangan dan kesulitan yang lebih dari hanya sekedar aktivitas kuliah.

Kata berorganisasi bahkan menjadi kata yang tabu dan sangat dihindari bagi sebagian mahasiswa dan menganggap hanya membuang-buang waktu saja. Padahal dengan ikut berorganisasi itu artinya kita kuliah lagi di Hard University, universitas kehidupan yang berisi kesulitan dan tantangan, yang mengharuskan kita untuk senantiasa belajar, belajar dan belajar. Dalam organisasi kita belajar bersosialisasi, belajar menerima perbedaan pendapat, belajar menerima tanggung jawab, dan belajar menghadapi masalah dan kesulitan. Pelajaran berharga inilah yang tidak didapatkan di bangku kuliah dan di pendidikan formal. Sehingga ketika kita lulus dari Hard University ini kita akan menjadi pribadi yang kuat dan bijak dalam menghadapi masalah.
Bahkan banyak contoh yang gagal di dunia pendidikan formal, tapi dia berhasil di dunia nyata. Orang-orang seperti Thomas A Edison yang hanya sekolah beberapa bulan tapi ternyata bisa sukses menjadi penemu lampu pijar dan memegang hak paten lebih dari 3000 hasil temuan. Atau bahkan Sosok Andrie Wongso yang menjadi motivartor no 1 indonesia, yang mempunyai gelar Andrie Wongso SDTT, TBS. Gelar yang unik yang tidak ada di lulusan pendidikan formal manapun, yaitu Sekolah Dasar Tidak Tamat, Tapi Bisa Sukses. Itulah sosok yang gagal total dalam pendidikan formal tapi bisa sangat berhasil dalam kehidupan nyata.

Tentunya kita bisa bersyukur karena kita mempunyai kesempatan yang tidak dimiliki setiap orang untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Oleh karena itu gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, dengan mengisinya lewat aktivitas yang bermanfaat. Jalani setiap aktivitas tidak hanya menjadi rutinitas belaka, berikan nilai tambah terhadap sesuatu yang kita kerjakan. Hidupkan segala potensi yang kita miliki, agar bisa berkembang secara maksimal. Mengambil istilan Steven R. Covey, asahlah selalu gergajimu. Niatkan dalam melakukan segala aktivitas untuk selalu belajar, karena ketika kita hidup untuk belajar maka kita akan belajar tentang hidup. SALAM SUKSES!!!
Selengkapnya...

e-book motivasi gratiss