SOSOK PEMBELAJAR YANG SENANG BERMIMPI

23 Mei 2015

TIDAK ASAL KERJA

"Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja." 
 Buya Hamka


Bila dalam hidupmu, kamu masih bisa bekerja. Maka berbahagialah. Karena di luar sana tidak banyak orang yang masih seberuntung kamu. Coba kita tengok realita yang ada sekarang, dimana saat ada job fair, disitu pasti banyak sekali pelamar yang berdesak-desakan mencari pekerjaan. Rasio perbandingannya mungkin sudah tidak wajar lagi antara orang atau perusahaan yang menyediakan lapangan pekerjaan dengan si pencari kerja. Sehingga tidak heran mengenai pengangguran atau pencari kerja ini menjadi isu yang cukup meresahkan. Tidak hanya untuk pemerintah sebagai pengelola kehidupan bernegara. Tapi juga untuk masyarakat yang ingin merubah kehidupannya

Nyatanya sangat ironis memang, saat di luar sana banyak orang berbondong-bondong, mencari pekerjaan. Di tempat lain, dimana orang sudah memiliki pekerjaan. Banyak dalam pekerjaannya hanya sebatas rutinitas yang menjemukan. Bekerja menjadi sebuah beban atau siksaan yang menakutkan. Ingin segera bertemu dengan hari jumat. Sampai ada istilah TGIF (Thank God it’s Friday). Dan menghawatirkan saat besok sudah hari senin. Ada juga istilahnya untuk hari senin dengan sebutan I Hate Monday.

Sejatinya, bekerja tidak hanya sebatas alat untuk mencukupi kebutuhan. Lebih dari itu bekerja adalah ibadah bila dilakukan dengan keikhlasan dan sukacita. Bekerja juga bagian dari pengabdian dan pelayanan. Kata seorang kawan, bekerja itu tidak harus selalu di ruang yang dingin, fasilitas yang super mewah dan penghasilan yang melimpah. Bekerja apapun profesinya apabila sesuai panggilan hati adalah cara kita untuk menikmati dan merayakan kehidupan. Maka jadilah pelukis, seniman, petani, nelayan, pengamen, dokter, atau auditor. Ikuti dorongan dan hasrat hati anda untuk menjadi apapun yang diinginkan. Tidak harus jadi PNS semua atau bekerja di BUMN ternama.

Teringat dulu alm. ayah saya yang sangat bangga dengan pekerjaannya. Bekerja sebagai guru SD yang bayarannya delapan koma, artinya tanggal delapan sudah koma. Tidak berlebihan rasanya karena saat itu memang gaji guru SD tidak sebesar seperti sekarang. Sekarang kabarnya sudah ada remunerasi dan beberapa tunjangan lainnya yang membuat profesi ini lebih sejahtera. Namun dulu, dengan kondisi yang serba keterbatasan pun, ayah tetap semangat untuk menekuni profesinya. Tiap hari dia harus berjalan belasan kilometer untuk mencapai tempat mengajarnya. Beberapa kali dia tertahan untuk pulang karena harus melewati sungai yang saat itu sedang banjir. Baginya bekerja dengan kondisi tersebut tidak masalah. Bekerja seperti panggilan jiwa untuk pengabdian dan memberi pelayanan ke sesama. Tidak ada imbalan yang setimpal yang dia harapkan. Setidaknya saya sebagai anaknya tidak pernah mendengar keluhan itu dari mulutnya. Cukup dengan mengantarkan anak didiknya berprestasi, sudah cukup membuat dia berbangga hati.

Belajar dari Ayah, bagi saya seorang laki-laki, bekerja itu adalah kehormatan. Kerja menjadi alat bukti dan wujud kecintaan pada keluarganya. Laki-laki yang bertanggungjawab, dia akan rela bekerja banting tulang untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Menjadi tulang punggung dan harapan buat keluarga itu sudah menjadi fitrah seorang laki-laki. Makanya saya berpesan kepada para wanita, jangan terlena pada pria yang hanya bisa berkata-kata. Bagaimana bisa percaya pada pria yang mengatakan akan menerjang lautan, mengarungi samudera dan mendaki gunung yang tinggi, tapi untuk sekedar bangun pagi dan berangkat kerja saja masih malas.

Bekerja adalah alat untuk merubah nasib kehidupan. Rezeki baik tidak mungkin dikirimkan pada orang yang hanya berpangku tangan. Bekerja menjadi jembatan yang menghubungkan rezeki dari langit bisa turun ke bumi. Dan sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang dilakukan oleh dorongan hati. Meminjam kalimat Kahlil Gibran " Dan segenap pekerjaan adalah sia-sia, kecuali jika ada kecintaan." Masih menurut Kahlil Gibran kerja adalah cinta yang mengejawantah. Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, maka lebih baiklah jika engkau meninggalkannya. Lalu mengambil tempat di depan gapura kuil, meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan sukacita.

Hanya saja, saat kita bekerja keras dalam pekerjaan. Dengan dalih untuk mencukupi kebutuhan anak istri. Jangan sampai, karena pekerjaan kita, keluarga yang jadi korban. Saking sibuknya kita bekerja, kita mengabaikan kesehatan kita. Kita juga menjadi lalai untuk memberi perhatian pada hal-hal kecil. Kita terjebak dalam kondisi dimana kita sibuk memeras keringat dalam bekerja, tapi kita lupa menyisihkan waktu untuk keluarga. Kesuksesan yang kita raih pun akan menjadi sia-sia. Bila kita bekerja di perusahaan, sepenting apapun posisi kita, saat kita berhalangan hadir, pasti ada yang bisa menggantikan. Atau semisal kita berhenti pun, pasti dengan mudah perusahaan akan mendapatkan pengganti kita. Tapi buat keluarga kita, posisi dan peranan penting kita dalam keluarga tidak akan pernah tergantikan. Karena mungkin bagi dunia anda hanya dianggap seseorang, tapi buat keluarga anda lah dunia mereka.
Selengkapnya...

13 Februari 2015

PENTINGNYA PERNAH GAGAL DALAM KEHIDUPAN

“Banyak kegagalan dalam hidup ini karena orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah” Thomas Alva Edison

Anda Bukan Orang yang Pertama
Kegagalan apapun bentuknya tidaklah mengenakan. Besar atau pun kecil kadar dari suatu kegagalan tersebut, tetap saja membuat perasaan kecewa. Dalam perjalanan hidup sampai menjadi sekarang, mungkin sudah tidak terhitung berapa banyak kegagalan-kegagalan yang kita alami. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang nyatanya kita tetap harus melewati sebuah patahan dalam kehidupan itu. Seperti dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegagalan-kegagalan kecil yang kita alami. Pada saat disekolah, entah berapa kali kita pernah mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Kita dibuat kecewa karenanya, apalagi orang tua kita yang sudah membiayai kita. Kegagalan yang lebih sentimentil tentu saat kita gagal (ditolak) mendapatkan pasangan yang benar-benar ingin kita dapatkan. Padahal kita sudah berharap banyak dan sudah melakukan perjuangan yang hebat.

Semua kegagalan itu hampir semua orang pernah mengalaminya. Perasaan kecewa, kesal dan marah sangat wajar menemani kita saat itu. Tapi coba pikirkan, terhadap kegagalan itu ternyata anda bukan orang yang pertama mengalaminya. Kalau tidak percaya coba saja cek disekitar kita. Apapun kegagalan yang dialami, kita bukan orang pertama dan juga bukan orang terakhir yang mengalaminya.

Pentingnya Kegagalan
Kegagalan layaknya seperti obat yang terasa sangat pahit dan tidak enak di lidah, tapi penting untuk dikonsumsi agar kita bisa sembuh dari penyakit. Dari kegagalanlah kita bisa belajar dan introspeksi apa yang sudah dilakukan benar atau tidak. Gagal mengajarkan kita bahwa tidak semua yang diinginkan itu bisa diperoleh dengan mudah. Perlu kerja keras dan effort yang gigih untuk mencapai itu semua. Kegagalan seperti harga yang harus dibayar, kegagalan-kegagalan itu bisa dikonversi layaknya mata uang untuk bisa ditukarkan dengan kesuksesan. Tentu dengan tidak menyerah saat kegagalan itu datang.

Belajar dari nama-nama tersohor seperti Thomas Alva Edison yang harus gagal ribuan kali kali untuk bisa menemukan bola lampu. Ungkapan yang terkenalnya “Aku tidak gagal, aku malah berhasil membuktikan bahwa 9999 jenis bahan mentah itu tidak bisa dipakai (untuk membuat lampu)”. Walt Disney mengajukan “Disneyland” kepada bank-bank di Amerika Serikat ditolak sebanyak 302 kali. Begitupun juga Kolonel Sanders gagal sebanyak 1000 kali untuk bisa membangun kerajaan bisnis KFC-nya. Masih banyak contoh yang lain yang bisa menjadi inspirasi.

Andai saja nama-nama besar itu menyerah saat kegagalan pertama datang, mungkin kita tidak akan menikmati hasil karya mereka saat ini. Mereka itu berhasil menterjemahkan pepatah bijak yang mengatakan “Seorang pesimistis melihat kesulitan setiap kesempatan; seorang optimistis melihat kesempatan dalam setiap kesulitan”.

Kesuksesan adalah sebuah Perjalanan

Seperti sudah menjadi sunnatullah bahwa kesuksesan dan kegagalan tidak bisa terpisahkan. Namun banyak diantara kita yang iri dan terpedaya dengan kesuksesan orang lain, tanpa mengetahui dengan cara apa dia bisa mendapatkan kesuksesannya. Kita hanya tertarik dengan kesuksesan yang tampak dari luarnya saja. Tanpa mau tahu bagaimana perjuangan untuk mencapainya. Tidak salah Soichiro Honda berkata “Apa yang orang lihat dari kesuksesan saya Cuma 1% atapi 99% yang tidak terlihat adalah kegagalan saya”.

Kegagalan menjadi kunci untuk melakukan perubahan. Itu mengandung arti bahwa apa yang sudah kita lakukan selama ini kurang tepat. Kalau kita jeli menangkap pesan, kegagalan adalah bahasa dan isyarat dari alam bahwa ada yang harus diperbaiki dari diri kita. Maka segerakan untuk perbaharui diri, belajar dari kesalahan dan kegagalan tersebut. Selama kita masih mau berusaha saat kita gagal, kesuksesan semakin dekat dengan kita. Ingat pesan Winston Churchil yang mengatakan “Kesuksesan adalah kemampuan untuk berpindah dari satu kegagalan ke kegagalan lain tanpa harus kehilangan antusiasme”.

Jangan Mengeluh, coba lagi
Kunci agar bisa keluar dari semua kegagalan adalah mencoba lagi. Oleh karenanya saat kegagalan datang jangan pernah mengeluh, apalagi menyalahkan Tuhan. Lebih baik gunakan energi ya

ng masih tersisa untuk bangkit kembali dan mencobanya lagi. Gunakan cara yang baru untuk menghasilkan sesuatu yang baru juga. Bila cara yang lama terbukti tidak berhasil, jangan dipakai lagi, harus ganti dengan cara lain. Berusaha terus sampai akhirnya kesuksesan itu bisa diraih.

Pepatah lama yang mengatakan “kegagalan itu adalah kesuksesan yang tertunda” itu banyak benarnya, tapi ada kelanjutannya, bagi mereka yang mau berusaha lagi. Bila kita berhasil melewati kegagalan itu, dan akhir bisa mencapai kesuksesan pasti kita lebih bangga, seperti yang Confucius katakan “Kebanggan kita terbesar bukanlah tidak pernah gagal, melainkan bangkit kembali setiap kali jatuh”.
Selengkapnya...

07 Februari 2015

ADAPTASI SEPERTI AIR

Bekerja di perusahaan multinasional dan memiliki jabatan tertentu, dipindahtugaskan adalah sebuah keniscayaan. Biasanya karena perusahaan memiliki beberapa cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perpindahan karyawan dari satu cabang ke cabang lain atau dari divisi satu ke divisi lain merupakan hal yang biasa. Semua itu tergantung kebutuhan dan dalam hal ini manajemen-lah yang menentukan hal tersebut. Promosi dan mutasi adalah dua hal yang sering terjadi di perusahaan tempat saya bekerja. Itu terjadi pada siapa saja yang dikehendaki. Tidak terkecuali dengan saya sendiri. Sejak bergabung lima tahun yang lalu. Sudah hampir lima kali saya berpindah tempat lingkungan kerja. Bukan perpindahannya yang ingin saya bahas, akan tetapi bagaimana cara saya mengatasi itu semua. Terutama beradaptasi dengan lingkungan baru, yang secara kultur budaya banyak perbedaannya.

Dalam hal berdaptasi dengan lingkungan kerja, terutama berinteraksi dengan orang-orangnya, kita harus pintar-pintar untuk menempatkan diri. Datang sendiri dari  kota yang jauh, tidak bisa kita langsung memposisikan diri dan mengatakan bahwa saya adalah atasan baru kalian. Kalian harus ikuti aturan saya, bagi yang tidak menuruti maka akan kenakan sanksi. Bisa saja kita menerapkan hal tersebut, karena secara kewenangan kita memilikinya. Tapi dalam perjalanannya hal ini menyebabkan kondisi yang tidak mengenakan di lingkungan kerja. Pengaruh yang muncul hanya karena ketakutan. Pengormatan yang timbul pun sesuatu hal yang semu.

Setiap datang ke kota atau cabang yang baru. Saya selalu berusaha memposisikan diri sebagai teman dan saudara. Meminjam jargon kampanye salah satu capres dalam pilpres
yaitu “Jokowi adalah kita”, saat itu memposisikan diri bahwa calon presiden yang akan menjadi pemimpin itu sama seperti rakyatnya. Bukan sosok yang tinggi dan tinggal di menara gading dan hanya bisa melihat dari kacamata helicopter view. Saya baru menyadari bahwa ternyata apa yang saya lakukan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru secara tidak saya sadari mengadopsi sifat-sifat air. Materi pelajaran yang dulu kita pernah pelajari saat masih di sekolah dasar. Tepatnya mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Adapun sifat-sifat air yang masih saya ingat dan ada relevansinya dengan cara kita beradaptasi dengan lingkungan baru adalah :

Air Menempati Ruangan

Sifat air ini sangat mudah dipahami, bahwa air memiliki sifat menempati ruang. Seperti contoh saat air itu dimasukan ke dalam gelas. Maka air itu akan menempati ruang dalam gelas itu. Begitupun saat dimasukan ke dalam botol maka air akan menempati seluruh ruangan dalam botol tersebut. Itu pula yang saya lakukan saat berinteraksi dengan orang baru saya mencoba untuk masuk terlebih dahulu mengisi ruang-ruang kosong yang ada. Dengan mengenal latar belakang keluarganya, pendidikan atau lingkungan tempat mereka dibesarkan. Walaupun dalam batas-batas tertentu saya harus memberi garis batas yang jelas agar tidak dianggap kepo atau mau tau urusan orang.

Air Mempunyai Berat
Sifat air berikutnya adalah air memiliki berat. Sebagai contoh, bila air dimasukan ke dalam ember yang kosong, maka berat ember itu akan bertambah. Itu pula yang saya coba lakukan. Saat saya ada di cabang yang baru, saya berusaha agar saya bisa menambah masa atau kapasitas dari orang-orang yang ikut bekerja. Untuk karyawan baru, ini tugas yang lebih berat, karena harus mengisi “air” lebih banyak. Ada enaknya karena ketika dia datang dengan kondisi kosong, maka dengan mudah kita memasukan pemakahaman dan keterampilan untuk keperluan dalam bekerja.

Air Mengalir dari Tempat Tinggi ke Tempat Rendah
Sifat air yang lain adalah secara alami air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Semisal air sungai yang mengalir dari pegunungan atau mata air ke tempat yang lebih rendah dan kenyakan bermuara ke laut. Begitupun saya dalam berinteraksi dengan orang-orang yang ada cabang baru. Walaupun datang dengan label pimpinan cabang tempat baru tersebut, tapi secara sikap kita tetap harus tunjukan rendah hati. Ingat bukan rendah diri ya, karena beda maknanya. Sikap ini pula yang selalu Ibu wanti-wantikan kepada saya bahwa dimanapun berada jangan tinggi hati, tidak boleh jumawa. Tidak ada yang bisa kita sombongkan.

Air dapat Melarutkan Beberapa Zat
Sebagai contoh bahwa air dapat melarutkan beberapa zat. Pernah tidak kita minum teh pagi hari. Air bisa melarutkan gula yang padat dengan daun teh. Dalam waktu yang tidak lama setelah kita aduk. Maka butiran gula itu akan hilang. Begitu pula dengan teh akan larut dalam air sehingga merubah warna air. Prakteknya dalam pekerjaan pasti akan muncul berbagai macam friksi antar divisi dan departemen. Pemimpin yang baik adalah yang mampu mengakomodir semua, melarutkan semua kepentingan dan ego masing-masing untuk mencapai tujuan bersama meminjam istilah dosen saya saat kuliah pengendalian manajemen dulu dengan istilah goal congruence.

Tentu saja masih banyak sifat-sifat air yang tidak bisa dijelaskan lebih detail lagi. Intinya dengan mengadopsi beberapa filosofi sifat air ini, saya bisa mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Daya penerimaan (akseptabilitas) orang baru terhadap saya cukup baik. Beberapa peristiwa pernah saya merasa sakit yang sangat, dan tidak bisa ditahan-tahan lagi. Celakanya itu terjadi jam satu malam. Saya putuskan untuk menelepon salah satu karyawan saya dan akhirnya dengan sukarela dia datang menghampiri.

Beberapa kali mobil yang saya kendarai mogok di jalan dan kena paku. Tanpa menunggu waktu yang lama, setelah saya beritahu beberapa menit kemudian ada bantuan datang. Bantuan tidak selalu karyawan yang menjadi staf. Ada kalanya kawan kost atau kawan yang tidak memiliki hubungan bisnis dengan kita. Mereka dengan sukarela memberi bantuan kepada kita. Dalam kondisi seperti ini saya menyadari betul bahwa tetangga atau orang yang hidup dekat dengan kita secara domisili adalah saudara kita yang paling dekat.
Selengkapnya...

MENSYUKURI KEKURANGAN

Maka Nikmat TuhanMu yang Mana Lagi Yang kau Dustakan (QS Arrahman)

Bila membaca judulnya. Jangankan anda. Saya pun sedikit merasa janggal dan aneh. Karena normalnya orang mah bersyukur apabila mendapatkan sesuatu. Atau bersyukur dengan kelebihan yang dimiliki. Ini malah mensyukuri kekuarangan, ga salah nih? Atau jangan-jangan makna kata syukurnya itu diartikan sebagai ledekan yang berarti syukurin…he..he. Tentu saya tidak sedang becanda saat menuliskan tema ini. Itu tak lain karena saya terinspirasi saat baca cerita dari Ajahn Bram dalam buku “Si Cacing & Kotoran kesayangannya” yang berjudul dua bata jelek. Bagi anda yang belum memiliki bukunya, bisa mencoba mencari di gramedia terdekat. Saya merekomendasikan buku ini untuk dimiliki. Atau bagi yang terbatas dana, dengan kata lain duitnya lagi cekak, pinjam ke perpustakaan atau pinjam punya teman bisa jadi solusi (pinjem buku yaa..bukan pinjem duit untuk beli buku he..he..).

Ceritanya kurang lebih seperti ini, ada seorang biksu yang sedang ingin membangun wihara, dan biksu itu sendiri sebagai tukangnya. Membuat tembok dengan bahan bata dan semen. Singkat cerita, bangunan berupa tembok bata itu sudah jadi. Betapa kaget ketika Sang Biksu menyadari bahwa dia keliru memasang dua bata, yang terlihat lebih miring dibandingkan yang lainnya. Permasalahannya, karena semen sudah terlanjur terlalu keras, untuk bisa mencabut bata itu tak mungkin lagi. Tentu saja biksu tersebut merasa gundah gulana akibat kesalahan yang ia perbuat. Dengan perasaan bersalah, dia selalu menghindar membawa tamu wihara melewati tembok bata yang dia perbuat. Sampai akhirnya setelah sekitar 3-4 bulan, ada seorang pengunjung yang melihatnya dan berkomentar “Tembok itu indah”.

Biksu itu kontan saja amat terkejut dengan perkataan orang tersebut, serta menanyakan apa tidak salah ucapannya. Orang tersebut berkata “ Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 bata yang bagus. Hebatnya ucapan orang tersebut telah mengubah keseluruhan pandangan biksu terhadap tembok itu. Dia baru menyadari bahwa, jumlah bata yang terpasang sempurna jauh lebih banyak dari dua bata jelek itu.

Begitulah cerita kehidupan, sering kita berfokus hanya pada kekurangan yang kita miliki (dua bata jelek). Tanpa pernah melihat kelebihan yang kita miliki (998 bata). Dari cerita tersebut tidak ada yang berubah dari tembok bata tersebut. Perubahan hanya terjadi pada persepsi dari pembuatnya yang berdampak pada perasaannya. Perasaan pertama adalah rasa bersalah, gundah gulana dan inferior dengan hasil kerjanya. Kemudian perasaan selanjutnya yaitu perasaan bangga dan senang telah berhasil menyusun begitu banyak bata dengan sempurna. Artinya, tak harus kita menginginkan menjadi orang lain untuk bisa merasa bahagia, hebat dan sukses. Tetapi apresiasi kita terhadap diri sendiri yang harus ditingkatkan. Caranya dengan mencari sisi lain atau sudut lain dari kelebihan-kelebihan yang kita miliki yang bisa kita maksimalkan.

Pada akhirnya saya bisa mempertanggungjawabkan judul tulisan di atas. Dengan penjelasan cerita tersebut, judul di atas menjadi sangat masuk akal dan logis. Dan satu penegasan dan peneguhan agar anda tetap bisa bersyukur terhadap kekurangan yang dimiliki dengan cara, bersyukurlah apabila sekarang anda memiliki pasangan (istri/suami) atau pacar yang tidak sempurna. Loh kok bisa ?? Bisa dounk. Karena kalau dia sempurna, belum tentu dia mau dengan anda, karena pasti dia akan mencari yang lebih baik dari anda…hahaha
Selengkapnya...

17 Januari 2014

INI BEDANYA PECUNDANG DENGAN PEMENANG

“Winners never quit and quitters never win”Vince Lombardi

Hari masih belum beranjak dari pagi. Tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Dengan setengah hati dan masih diselimuti rasa malas, terpaksa kuangkat teleponnya. Ternyata telepon itu dari mantan bosku yang lama. Sebelumnya, kemarin sorenya saya sempat iseng telepon dia hanya ingin “say hello” dan mengetahui kabarnya.

Tidak ada yang berubah dari pembicaraan itu. Biasanya kami berbincang mengenai kesibukan pekerjaan yang dihadapi. Maklum, dulu selama bekerjasama dengan dia, banyak sekali wejangan dan nasehat yang selalu dia berikan, untuk bisa menjadi pemimpin yang baik dan berpengaruh. Dalam pembicaraan itu pun, dia berpesan agar dalam bekerja kita hendaknya memiliki jiwa dan sikap sebagai seorang pemenang bukan malah menjadi pencundang. Lalu apa beda dari keduanya, saya coba menjabarkannya dari penjelasan dia dan ditambah dengan referensi dari yang lainnya.

Pecundang selalu punya kambing hitam, pemenang punya program (solusi)
Sadar ataupun tidak, sikap mencari kambing hitam ini sudah mulai diajarkan hampir sebagian orang tua kita dari kecil. Ingat betul, saat kita lari sampai terjatuh, dan akhirnya menangis. Alih-alih memarahi anaknya, saking sayangnya justru mereka menyalahkan pihak lain. Supaya anaknya tersebut berhenti menangis. Kebiasaan itu mengakar sampai menjadi dewasa. Sehingga sering dalam banyak hal ketika kita dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan. Kita sering menyalahkan kondisi di luar diri kita.

Dalam pekerjaan, seringkali kita dihadapkan pada kondisi yang serba sulit. Mulai dari penghasilan yang tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, punya pimpinan yang otoritor, belum lagi punya teman sekerja yang tidak bisa diajak kerjasama dan bekerja seenaknya sendiri. Semua hal tersebut menambah daftar panjang untuk kita tidak bekerja dengan baik. Seorang pemenang dalam kondisi sesulit apapun tidak pernah mengeluh dan memiliki program serta rencana untuk menyelesaikannya.

Pecundang selalu berkata “Itu bukan salah saya.” Pemenang selalu berkata “Saya yang salah, biar saya yang bertanggungjawab menyelesaikannya”
Ini merupakan penyakit kita yang paling sering ditemui. Sulit sekali untuk mengakui kesalahan. Bahkan banyak kejadian sekarang, para koruptor yang sudah jelas-jelas tertangkap tangan menerima suap pun, tetap saja sulit untuk mengakuinya. Mereka menggunakan seribu macam alasan untuk bisa mengelak dari kesalahn tersebut.

Dalam pekerjaan. Saya pun pernah bahkan mungkin sering dihinggapi perasaan tersebut. Dengan dalih bukan pekerjaan saya dahulunya. Saya tidak mau dipersalahkan atau tidak mau untuk menyelesaikannya. Tak jarang saya sering menyalahkan bawahan untuk menjadi bantalan dari kesalahan kita. Padahal seharusnya untuk bisa menjadi pemenang harus berani mengakui salah apabila memang salah. Dan mau memilikul beban tanggung jawab untuk bisa menyelesaikannya.

Pecundang selalu berkata “Itu mungkin bisa, tapi sulit.” Pemenang selalu berkata “Itu memang sulit, tapi bisa”
Ini salah satu beda yang cukup menonjol yang membedakan kita seorang pecundang atau pemenang. Seorang pecundang selalu melihat kesulitan dalam setiap peluang. Dalam bahasa iklan rokok yang pernah tayang, seorang pecundang mudah putus asa dengan slogan “masih ada celah ko nyerah.” Seorang pecundang selalu melihat masalah dalam setiap jawaban. Sedangkan pemenang selalu melihat jawaban dari masalah. Makanya kenapa seorang pemenang selalu menjadi problem solver dimana pun dia berada.

Seorang Pecundang lebih senang dengan kondisi yang sudah mereka ketahui atau orang menyebutnya zona aman. Ketimbang zona lain yang lebih menantang, padahal mungkin zona tersebut memungkinkan kita menuju kondisi yang lebih baik. Pecundang menolak “Jangan saya” Pemenang menantang “Mengapa bukan saya?” Seorang pecundang memiliki kata-kata ampuh untuk menghindar dari tugas lebih dengan mengatakan “jangan saya”. Mereka meminta tugas yang seringan-ringannya. Berbeda halnya dengan seorang pemenang yang selalu ingin tampil di depan dan mendapatkan banyak kesempatan. Pemenang selalu berpikir, semakin banyak kesempatan yang diberikan, maka akan semakin banyak pula pengalaman dan keterampilan yang dia miliki. Sehingga nantinya hal tersebut akan berguna di masa yang akan datang.

Herannya, seorang pecundang dengan hanya berencana saja, tidak berani tampil di depan dan melakukan tindakan yang sedikit. Dia mengharapkan hasil yang maksimal. Semisal ingin naik pangkat, ingin jadi pemimpin, dan ingin naik jabatan secepatnya. Padahal untuk seorang atasan, sangat kecil kemungkinan untuk memilih dia dan menaikan posisinya ke jabatan yang lebih tinggi. Bila yang dilakukannya pun tidak maksimal. Sekarang pilihannya ada di diri anda, mau tetap berdiam diri jadi pecundang atau bangkit dan berdiri tegak menjadi seorang pemenang.
Selengkapnya...

14 Januari 2014

Wanita Lebih “Kuat” dari Pria

Membaca judul tulisan ini, bagi anda kaum pria mungkin tidak akan terima. Judul tulisan ini seperti mengada-ada dan terkesan provokatif. Buat pria, tenang dan tidak usah gusar, karena yang menulis ini juga pria tulen…he..he. Tidak ada niat untuk mendiskreditkan pria. Saya ingin melihat dari sudut pandang yang berbeda yang membuat kenapa wanita lebih kuat dari pria.

Ini adalah tulisan pertama saya setelah menikah, sehingga semoga bisa menambah perbendaharaan pemahaman saya terhadap kaum hawa. Tulisan ini terinspirasi bukan karena saya kalah kuat di malam pertama..he..he. Tapi karena saya betul-betul mendapati fakta bahwa sejatinya wanita memang lebih “kuat” dari pria. Tentu definisi kuat bukan dari besarnya tenaga yang dimiliki wanita. Bukan wanita yang berotot dan bisa mengangkat beban lebih besar atau bukan wanita yang mampu berlari lebih jauh di lintasan. Tapi kemampuan luar biasa dari wanita untuk bisa mengatasi masalahnya. Berikut beberapa hal yang biasa dilakukan wanita untuk mengatasi masalah dan keluar dari stres.

Bercerita atau Berbagi
Fakta pertama saya kutip dari Louann Brizendine, penulis The Female Brain bilang kalau wanita itu menggunakan sekitar 20.000 kata/hari, sedangkan cowok hanya sekitar 7.000 kata/hari. Tidak mengherankan kalau wanita suka yang panjang-panjang..Upst..maksudnya bicaranya yang panjang lebar. Itulah kenapa cewek paling demen kalau yang namanya curhat. Dengan media ini, mereka bisa menghabiskan jatah bicaranya agar memenuhi kuota 20.000/hari.

Mengenai perbedaan pria dan wanita ini seorang penulis terkenal bernama John Gray, Ph.D. memakai istilah lebih ekstrem “Cowok dari Mars dan Cewek itu dari Venus” dalam buku “Men Are From Mars, Women Are From Venus” dijelaskan secara gamblang perbedaannya. Mungkin kita sebagai awam kita mengetahui perbedaannya terletak pada anatomi saja yang berhasil kita identifikasi, dimana pria punya 'burung' dan wanita punya 'sarangnya'...he..he becanda...Ini fakta, karena perbedaan ini kita menjadi melengkapi.

Ada fakta yang baru saya ketahui dan ternyata cukup menarik dan mengagetkan. Kenyataan bahwa wanita ternyata mudah mengalami stress. Namun menariknya 2/3 populasi yang mengkonsumsi alkohol adalah pria, 80% yang menggunakan narkotika dan obat terlarang adalah pria, dan 90% yang menghuni penjara adalah pria. Kemudian percobaan bunuh diri wanita tiga kali lebih banyak. Akan tetapi empat dari lima orang yang bunuh diri dilakukan oleh pria. Terasa aneh bukan kedengarannya?

Ternyata, pada saat menggadapi masalah berat, wanita cenderung membutuhkan seseorang yang bisa mendengar masalahnya. Dengan media curhat, mereka bisa menumpahkan seluruh keluh-kesahnya. Dan terkadang wanita hanya butuh didengarkan saja, sudah cukup mengurangi beban masalahnya. Tanpa harus kita memberi solusi atas masalah yang menimpanya.

Menurut John Gray, Ph.D hormon oksitosin akan muncul mengurangi rasa stress ketika berbicara. Sementara pada pria, hormon testosterone-lah yang mengurangi stress, hormon ini muncul ketika pria menyelesaikan masalah atau berkompetisi. Bagi pria, berbicara adalah kebalikan dari wanita, hal ini malah menurunkan hormon testosterone. Itulah kenapa pria tulen tidak suka curhat dan mereka pun tidak di-design untuk suka mendengarkan curhat. Karena itu wanita biasanya lebih nyaman kalau bercerita dengan sesama jenis.

Menangis
Bagi wanita, disamping berbicara. Jurus mereka agar bisa keluar dari perasaan stress adalah dengan menangis. Bagi kita kaum pria, menangis memang tidak pernah ada dikamus kita untuk bisa menyelesaikan masalah. Kita menganggap itu perbuatan yang cengeng dan hanya pantas dilakukan oleh wanita. Ada hukum tak tertulis melarang pria untuk menangis. Padahal menangis dalam ukuran yang wajar dan tidak lebay, itu sebenarnya sudah merupakan perwujudan dari kecerdasan emosi. Itu masuk kedalam sebuah kesadaran emosi atau jujur secara emosi. Ada perasaan lega dan beban sedikit berkurang, sehingga hal ini bisa membuat pikiran lebih jernih dan bisa memikirkan solusi untuk keluar dari permasalahan.

Dari buku Gobind Vashdev yang berjudul “Happiness Inside” saya mengutip ucapan Frankl yang berkata “Ada banyak penderitaan yang harus kita jalani. Karenanya, kita perlu menghadapi seluruh penderitaan kita, dan berusaha menekan perasaan lemah dan takut. Akan tetapi, kita juga tidak perlu malu untuk menangis, karena air mata merupakan saksi dari keberanian kita untuk menderita.”

Pelukan Pelukan ini aktivitas yang identik dilakukan oleh teletabis. Tokoh kartun yang sempat digemari sama anak-anak. Bagi wanita pun aktivitas ini lazim dilakukan. Berbeda dengan laki-laki yang merasa aneh dan janggal saat berpelukan. Berpelukan ternyata bisa menghilangkan depresi. Seorang psikiater senior dari Kansas Amerika Serikat yang bernama Dr. Harold Voth telah melakukan riset dengan hasil mereka yang berpelukan mampu mengusir depresi, meningkatkan kekebalan tubuh, awet muda, tidur lebih nyenyak dan lebih sehat.

Lebih mencengangkan lagi seorang terapis keluarga bernama Virginia Satir berkata “Untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita butuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu dua belas pelukan per hari.”

Sekarang saya mengerti kenapa wanita lebih kuat dibanding pria dalam menghadapi stress dan keluar dari permasalahan. Bercerita mengenai apa yang sedang dialaminya. Jujur dengan emosi yang dimilikinya (menangis), dan berpelukan adalah beberapa cara terbaik yang dilakukan wanita untuk bisa keluar dari masalah yang membelenggunya. Sekarang bagi anda pria, tidak ada salahnya saat masalah mendera, belajar-lah pada wanita untuk mengatasinya. Bercerita, menangis dan Berpelukan… Selamat mencoba
Selengkapnya...

23 Agustus 2013

SAAT EMOSI TIBA

ilustrasi
“Jangan ambil keputusan saat marah karena anda akan menyesal. Orang marah itu sebenarnya telah kehilangan objektivitasnya, tak punya kedalaman dalam melihat sesuatu dan kurang dalam perenungannya” – Dr. Aidh Al Qarni


Berbicara mengenai emosi, bagi orang sudah belajar mengenai kecerdasan emosi pasti tahu bahwa emosi itu bersifat netral. Tidak ada istilah emosi negatif atau emosi positif. Marah atau sedih pun yang kata orang merupakan emosi negatif, bila dikenali dan dikelola dengan baik bisa menjadi emosi positif. Tapi untuk saat ini (dalam penulisan ini) saya ingin membuat dikotomi untuk kata emosi ini memang sesuatu yang buruk dan harus dihindari karena dapat berakibat yang tidak bagus.

Dalam dunia pekerjaan dan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak saya jumpai orang yang tidak bisa mengontrol emosinya mengakibatkan dia kehilangan pekerjaan dengan mudahnya. Semisal, sikap atasan yang kurang berkenan, membuat kita tak tahan lantas kita berkata-kata kasar kepadanya, tidak lagi menghargai dia sebagai atasan dan bahkan melakukan perlawanan.

Padahal mungkin saat itu kita merasa wajar bersikap hal tersebut karena sudah pada posisi puncak kekesalan yang amat sangat. Memang saat itu mungkin perasaan kita terpuaskan akan kebutuhan dengan emosi mengganjal yang sudah terlampiaskan. Tapi akhirnya anda dibuat tak berdaya akibat dari perbuatan itu, dan hanya rasa penyesalanlah yang akan tersisa. Akibat dari emosi yang tidak bisa dikontrol, kita kehilangan semuanya dalam sekejap. Karir dalam pekerjaan yang kita bina dan rintis selama bertahun-tahun lenyap seperti tsunami yang menyapu apa saja yang ada dihadapannya.

Bahaya akan emosi negatif ini setidaknya sudah diperingatkan oleh seorang filsuf besar yang bernama Plato dengan mengatakan “Para dokter membuat kesalahan yang amat besar, yakni berusaha menyembuhkan badan tanpa berusaha menyembuhkan jiwa. Padahal jiwa dan badan adalah satu dan tidak boleh diperlakukan secara terpisah”.

Perlu waktu yang cukup lama sampai akhirnya ilmu kedokteran mengakui bahwa emosi yang negatif tidak bagus untuk kesehatan dan berpengaruh terhadap kesehatan raga. Jelas sudah bahwa emosi negatif yang membabi buta yang tidak bisa dikendalikan, tidak hanya dapat mengganggu hubungan kita dengan sesama juga ternyata dapat merusak kesehatan ragawi. Karena itu ada beberapa tips praktis yang saya sendiri sudah beberapa kali mencoba mempraktekannya.

1. Berhitung sampai 10 Terkesan seperti anak kecil yang disuruh belajar menghitung. Ambil nafas dalam-dalam sambil berhitung satu hingga sepuluh. Nyatanya cara ini cukup ampuh untuk menahan reaksi yang mungkin spontan kita lakukan yang dapat membahayakan. Dalam bahasa kecerdasan emosional inilah yang dinamakan amigdala. Bila perlu menjauhlah dan hindari sementara kondisi, situasi atau orang yang membuat emosi itu.

2. Tenangkan Diri Lakukan hal yang membuat anda merasa rileks dan tenang. Bisa dengan mendengarkan music favorit, nonton tv atau pergi ke sebuah tempat yang bisa membuat anda tenang. Saya pribadi biasanya melakukannya dengan mendengarkan lagu-lagu kesukaan saya. Lagu-lagu yang bisa membangkitkan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian.

3. Pikirkan Terlebih dahulu Dalam kondisi emosi, kita sangat mudah sekali terpancing kata-kata kasar. Kata-kata yang kelak akan anda sesali. Alangkah baiknya anda berpikir lebih jernih mengenai apa saja yang akan dilakukan. Pikirkan dampak terburuk yang nanti akan dirasakan bila kita turuti emosi tersebut. Pernah saya juga dihadapkan kondisi ini, saat merasa terdesak dan kesulitan dalam pekerjaan.
Padahal kita merasa sudah melakukan banyak hal. Namun penerimaan atasan terhadap apa yang sudah kita lakukan adalah nol besar atau dinihilkan. Ingin rasanya saya melawan terhadap atasan dan terakhir bilang kata menyerah, karena jiwa ini merasa sudah lelah. Namun setelah saya pikirkan dan renungkan lagi dengan seksama.

Rasanya sangat disayangkan bila karena saya emosi sesaat dan menyerah, saya akan kehilangan segalanya yang sudah saya raih dengan susah payah. Sayang rasanya apabila pengorbanan kita untuk bisa merangkak naik ke atas, harus hilang dengan sekejap hanya karena kita tidak mampu mengontrol emosi.

4. Mencari solusi Sama seperti penyakit yang ada beserta obatnya, virus yang menyerang computer dengan antivirusnya. Begitupun juga kesulitan, saya percaya kesulitan itu datang bersama dengan kemudahan. Tentu bagi manusia yang mau berpikir dan berusaha. Tidak berpangku tangan dan menyerah dengan keadaan. Carilah win-win (menang-menang) solution. Karena yakinlah anda tidak mungkin melakukan dengan cara win-lose (menang-kalah). Anda mungkin bisa menang dengan cara itu, tapi yakinlah anda hanya akan menang cuma satu kali. Tidak lebih.
Selengkapnya...

06 Oktober 2012

KEKUATAN DARI KETERDESAKAN

“Jika rasa sakit terhadap kondisi sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah”


Dalam kehidupan sering kita dihadapkan kondisi-kondisi yang tidak nyaman, yang memaksa kita untuk beranjak atau bergerak. Padahal kita mungkin sudah merasa sangat nyaman dengan kondisi tersebut. Kondisi nyaman diartikan juga sebagai kondisi yang sudah sangat diketahui, walaupun sebenarnya belum tentu “nyaman” buat yang menjalani. Adanya ancaman atau bahaya dari luar itu memaksa kita untuk segera bergerak atau bertindak.

Banyak contoh yang bisa menggambarkan kondisi tersebut, semisal ketika seorang dikejar anjing galak, orang tersebut berada pada kondisi bahaya. Saat itu, mekanisme tubuh bekerja dengan sendirinya, sehingga bisa menghasilkan energy yang mungkin pada saat kondisi normal tidak bisa. Dalam kondisi ini orang bisa menghasilkan energi ekstra yang digunakan untuk keluar dari kondisi kritis ini. Yang semula orang itu hanya bisa melompat 1 meter, kini secara tiba-tiba mampu melompat lebih dari 1,5 meter, untuk bisa lolos dari kejaran anjing tersebut.

Atau pernahkah Anda mendengar cerita atau melihat sendiri seorang ibu dengan kain yang membebat tubuhnya melesat dengan cepatnya dalam beberapa detik, demi menolong anaknya yang belum genap satu tahun bergelantungan di bagian atas tangga putar, lalu ketika tangan sang anak terlepas dari tangga putar, dengan cekatan si ibu menangkapnya dari bawah, sampai kain yang dipakainya robek-robek, dan akhirnya anaknya itu bisa diselamatkan.

Bahkan masih banyak lagi, ribuan atau jutaan peristiwa atau kondisi dimana sesuatu itu dihadapkan pada kondisi bahaya atau terdesak. Bisa keluar dari kondisi tersebut dengan mengeluarkan kemampuan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ini yang sering disebut orang sebagai The Power of Kepepet. Keterdesakan dan ancaman dari luar yang membuat kita harus bergerak untuk mempertahankan diri.

Prof Yohanes Surya mengatakan kondisi ini sebagai titik kritis. Dalam bahasan yang lebih mendalam Profesor yang sudah mengantarkan beberapa siswa Indonesia meraih medali emas di ajang olimpiade fisika ini, menemukan teori yang dinamakan Teori Mestakung. Mestakung itu sendiri kepanjangannya dari Semesta Raya Mendukung. Gambaran umumnya kurang lebih seperti ini, pada saat sesuatu sedang dihadapkan pada kondisi bahaya atau disebut kritis. Tuhan telah menyediakan semesta (yang dimaksud semesta dalam hal ini adalah sel-sel tubuh kita, pikiran, keluarga, teman, lingkungan dan alam sekitar kita) yang akan mengatur diri untuk membantu kita keluar dari kondisi ini. Ada tangan-tangan tak nampak yang akan membantu kita, mereka sering disebut invisible hand.

Teori Mestakung diturunkan menjadi 3 hukum yang sering di ringkaskan sebagai KRILAKUN (merupakan singkatan dari kata KRItis, LANGkah dan teKUN). Hukum ini berbunyi sebagai berikut:

1. Hukum Kritis 
Pada setiap kondisi KRITIS ada jalan keluar. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan dalam agama bahwa “….. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5). Kita tidak sadar bahwa ketika kita sedang dihadapkan dengan kesulitan, percayalah bahwa kebahagiaan sebenarnya sedang menanti kita di ruang tamu. Tentunya kita akan bertemu kalau kita bisa dan berhasil menghadapi kesulitan. Tidak usah khawatirkan juga karena janji Tuhan juga, Dia tidak akan memberi beban di luar kemampuan hambanya.

2. Hukum Langkah 
Ketika seorang MELANGKAH, ia akan melihat jalan keluar“. Bukankah ada pepatah dari luar juga mengatakan “if there's a will there's a way” yang kurang lebih artinya setiap ada keinginan pasti ada jalan. Imbasnya jadilah pribadi yang dalam segala sesuatu itu selalu melihat ada solusi dari setiap masalah. Berpikir dengan paradigm bahwa kalau sesuatu hal itu sulit, tapi masih bisa untuk dipecahkan. Tidak mudah, tapi bisa dilaksanakan. Jalan keluar dan pengertian itu akan kita dapatkan kalau kita terus berlatih keras, berpikir, rajin bertanya pada banyak orang, meminta bantuan dan nasehat orang bijak, membaca buku dan literatur, belajar dari orang yang berhasil keluar dari kondisi yang mirip dengan kondisi tersebut.

3. Hukum Tekun 
Ketika seorang TEKUN melangkah, ia akan mengalami mestakung (semesta mendukung). Tekun disini diartikan sebagai usaha yang kontinu untuk menghasilkan yang terbaik. Dalam ketekunan ada semangat pantang menyerah ketika bertemu dengan kegagalan. Kalau apa yang dilakukan saat ini dianggap kecil oleh orang lain. Maka lakukan hal kecil ini dengan kesungguhan yang besar. Tinggal tunggu waktu mengenai hal-hal besar yang akan datang kepada kita. Dalam ungkapan Arab yang terkenal “Man Jadda WaJada” yang artinya “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil”.

Mengingat pentingnya kondisi keterdesakan yang membuat seseorang bergerak. Dan rela meninggal zona atau keadaan yang sudah dikenalnya atau sebagian orang mengatakan “nyaman”. Maka tak usah khawatir dan takut mengenai ancaman atau kondisi yang berbahaya yang mengancam kita. Nikmati setiap kesulitan dan keterdesakan yang menghadang. Karena didasari sebuah keyakinan bahwa setelah kita berhasil menghadapi dan melewati kondisi terdesak dan kritis itu, kita akan menjadi pribadi baru yang lebih hebat, kuat dan bijak dalam menghadapi kesulitan berikutnya.
Wallahu'alam bishowab
Selengkapnya...

ENERGI, UANG DAN WAKTU

”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al Ashr)."

Saya sempat tersenyum kecut saat salah satu teman kontak di bbm saya memasang gambar profile yang berisi tulisan seperti ini, manusia itu dihadapkan 3 kondisi:
1. Masa Sekolah ; Energi ada, waktu ada, tapi uang tak ada.
2. Masa Bekerja ; Energi ada, uang ada, tapi waktu tak ada.
3. Masa Tua ; Uang ada, waktu ada, tapi energy tak ada.

Saya yakin kita pernah mengalami salah satu fase di atas. Saya termasuk orang yang sudah merasakan fase pertama dan saat ini sedang menjalani fase yang kedua. Fase pertama saya rasakan betul saat masih duduk di bangku sekolah. Saat dimana energy masih sangat banyak, waktu luang juga banyak, tapi sayang saat itu uang tak ada. Karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya mengandalkan kiriman bulanan dari orang tua. Saat itu banyak sekali keinginan dan cita-cita yang ingin dicapai. Dari mulai ingin bekerja di perusahaan bonafit, ingin mendapat penghasilan besar dll.

Dan ujung-ujungnya tentu dengan itu semua semua saya bisa membeli apapun yang saya inginkan. Kebetulan 2 hal yang saya dendam saat itu adalah makanan dan buku. Saya dendam sama makanan yang tidak bisa saya beli, karena kalau beli pasti uang saku saya akan bermasalah sampai akhir bulan. Saya juga dendang dengan buku-buku bagus yang menjadi kegemaran saya dalam membaca. Tapi saya hanya bisa meminjamnya di perpustakaan.

Itulah kenapa saat saya sudah bekerja, dan saya sudah memiliki kelebihan sedikit uang, saya tidak sungkan-sungkan untuk membeli makan apapun yang saya mau dan suka. Bahkan saat saya melewati sekolahan, dimana disana banyak sekali jajanan yang dijual, tak jarang saya berhenti dulu untuk sekedar membelinya dan mencobanya. Memang rasanya sudah tak seenak dulu saat saya masih sekolah, tapi tetap bisa menikmatinya. Walaupun saya harus bersembunyi untuk mengkonsumsinya. Karena saya tau diri kalau saya sudah tak pantas lagi makan jajanan anak sekolahan tersebut. Ada perasaan puas dimana saya bisa membeli makanan dan jajanan yang dulu merupakan barang yang cukup mewah kala itu. Tapi sekarang, makanan seperti ayam goreng yang dulu cukup jarang aku makan, saat ini menjadi makanan sehari-hari yang sudah tak lagi terasa istimewa buatku (walaupun tetap enak). Karena saya bisa membelinya dan mengkonsumsinya kapan pun saya mau.

Tentu saja yang cukup saya syukuri adalah dimana saya bisa membeli buku-buku pengembangan diri, motivasi dan psikologi popular yang selama ini jadi tema favorit untuk dibaca. Sekarang saya tak perlu lagi menunggu buku itu masuk rak diskon, atau nunggu bulan depan untuk membelinya. Saat dirasa saya tertarik sama sebuah buku dan memang isi serta tampilannya menarik, sudah pasti tidak akan luput untuk dibeli.

Itu kondisi yang saya syukuri disaat saya sudah bekerja. Bahkan diusia yang tergolong cukup muda (27 tahun) saya sudah bisa menjadi Kepala Cabang di perusahaan tempat saya bekerja. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, saya punya cukup penghasilan untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan yang tak pernah terbayangkan dimana saya memiliki kendaraan dinas berupa mobil. Saya pun “diperkosa” untuk bisa mengemudikan kendaraan roda empat tersebut, yang sebelumnya tidak pernah sedikitpun terdetik dalam hati akan bisa mengemudikannya.

Dan yang sangat membanggakan saya bisa mengantarkan ade saya untuk lulus dari sekolah menengah atas, dengan hampir seluruhnya biaya saya tanggung. Tinggal menjadi PR saat dia sudah masuk perguruan tinggi. Semoga saat itu pun saya masih bisa membiayai dia sampai lulus kelak nanti. Karena itu salah satu janji saya ke alm Bapa saat berdoa di atas pusaranya.

Kesuksesan yang saya dapat sekarang bukan tanpa harga. Pertama saya harus jauh dari keluarga, bukan saja beda kota, bahkan sekarang beda pulau. Selanjutnya tentu saya banyak kehilangan moment-moment berharga semisal saat teman atau saudara menikah. Beberapa diantaranya adalah teman dekat. Sedih rasanya tidak bisa hadir dalam acara yang sangat penting, karena itu terjadi hanya sekali seumur hidup. Resiko lain adalah saat saya terkena sakit. Beberapa kali saya kesulitan dan kerepotan saat sakit dimana saya harus menjaga pola makan dan makanan yang harus dimakan. Semisal saat saya harus mengkonsumsi bubur, sangat sulit untuk bisa mendapatkannya. Mungkin kalau masih bersama ibu, pasti dia yang membuatkannya, mengingatkan untuk makan atau mungkin hanya sekedar menyuruh untuk minum obat.

Tapi semua tak apa buatku. Dari awal memang sudah ditekadkan untuk mengembara dan membeli mimpi-mimpi yang sudah disemai saat masih kuliah dulu. Apa yang aku ceritakan di atas hanya sedikit dari harga yang harus aku bayar untuk mendapatkan kesuksesan. Yang paling menyedihkan dan miris tentu karena kesibukan kerja, aku punya sedikit waktu untuk bercengkerama dengan orang-orang terdekatku. Tak jarang untuk telepon saja, kadang harus menunggu hari sabtu atau minggu. Dan karena alasan jarak juga, aku tidak bisa mendampingi ade-ku untuk daftar kuliah di universitas yang dia inginkan.

Ketiadaan waktu pula yang menyebabkan aku tertinggal dari kawan-kawan sebayaku. Satu persatu mereka sudah menikah, bahkan ada beberapa diantaranya yang sudah punya anak. Padahal secara umur kadang mereka jauh dibawah, dan tentu secara penghasilan juga. Tapi mereka berani dan mereka bisa juga. Itulah yang membuatku sedikit gamang dengan apa yang dikejar. Karena saat karir sudah saya dapatkan, tapi dalam masalah asmara yang ditandai dengan membangun sebuah keluarga, ternyata saya belum apa-apa dibanding mereka.

Berharap masa-masa ini tidak terlalu lama. Karena saya yakin dalam hidup yang baik itu adanya keseimbangan. Seimbang antara pekerjaan dan keluarga. Saya berharap bertemu dengan orang yang tepat untuk memulai usaha. Sehingga saya sudah tidak bekerja sama orang lagi saat saya berusia 35 tahun. Saya tetap memiliki energy, uang dan waktu untuk menikmati indahnya dunia….Amien…

Selengkapnya...

12 Juli 2012

Dream, Believe and Make It Happen!


“the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams”. (Masa depan hanya dimiliki oleh orang-orang yang percaya pada keindahan mimpi-mimpi mereka) -Eleanor Roosevelt-

Beberapa dari sebagian anda mungkin sudah sangat mahfum dengan ucapan tersebut (judul). Slogan tersebut populer dikampanyekan oleh artis multi talenta Indonesia yaitu Agnes Monica. Bukan tentang sosok Agnes monica nya yang ingin saya bahas, melainkan tentang kedalaman penggalan kata yang ada dalam ucapan tersebut.

Dream
Dunia saat ini sudah menjadi saksi dan bukti bahwa yang dulunya tidak mungkin, sekarang malah hadir ditengah-tengah kita. Tak sulit untuk menunjukan buktinya. Salah satunya kita pantas berterimakasih ke Bill Gates yang memiliki mimpi “Suatu saat nanti seluruh rumah di dunia ini akan menggunakan komputer “. Padahal saat itu ukuran komputer sangat besar dan sangat tidak mungkin untuk masuk ke dalam rumah.

Belajarlah kepada Wright Bersaudara yang yang mempunyai mimpi manusia bisa terbang seperti layaknya burung. Jelas mimpi saat itu dianggap sebagai mimpi yang gila dan tak masuk akal. Lebih menyedihkan lagi karena orang tuanya adalah orang yang paling menentang mimpi gila itu. Tapi Wright Bersaudara mengabaikan seluruh hinaan, cibiran dan makian yang diterimanya, sehingga mulai mendeskripsikan dengan jelas mimpinya. Dan kalau kita saat ini bisa bepergian kesana-kemari dengan mudah melalui naik pesawat terbang, itu tidak lepas dari hasil mimpi mereka yang akhirnya mempelopori penemuan pesawat terbang.

Tentu masih banyak lagi contoh tokoh-tokoh yang dengan mimpi besarnya akhirnya kita dijaman sekarang bisa menikmati hasilnya. “Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah hingga engkau meraihnya”. Apabila ada orang diantara kita yang mencibir dan menghina apa yang kita cita-citakan tak usah dihiraukan. Jangan dengarkan dan abaikan saja omongan orang yang tidak akan membantu dan menolongmu saat kita jatuh dan gagal.

Believe
Believe erat hubungannya dengan visi. Bisa melihat dengan jelas gambaran masa depan walaupun belum mengalaminya. Tentu mimpi tidak akan berarti apa-apa tanpa kita mempercayai dan meyakininya. Karena kitalah orang pertama yang harus percaya bahwa mimpi besar kita bisa tercapai. Kita tidak bisa berharap orang lain mempercayai mimpi kita tanpa kita sendiri mempercayai, meyakini dan membuktikannya. Believe juga berhubungan dengan iman. Kita meyakini sesuai yang tidak kasat mata. Tapi kita yakin itu ada dan bisa.

Simak cerita nyata dari Kolonel Sanders (Pendiri KFC), keyakinannya untuk membangun suatu restoran dengan konsep franchise tetap menyala dan membara walaupun ditolak oleh ribuan orang, dan pada orang ke-1007 barulah mimpinya diterima. Bisa kita bayangkan, dia masih tetap yakin dan semangat walaupun sudah gagal sampai 1006 kali. Hanya kekuatan believe yang mampu mengantarkan dia sampai ke tujuan tersebut.

Tak lengkap rasanya kalau tidak membahas Thomas Alfa Edison, yang berhasil mambantu manusia dari kegelapan dengan mengciptakan lampu pijar. Padahal dia sudah gagal sampai 999 kali. Saatitu dia berkata bahwa dia bukan gagal, tapi berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang ada dalam 999x eksperimennya itu tidak bisa digunakan. Dia memimpikan dengan jelas malam yang terang itu seperti apa. Terus-menerus ia memperkuat dan memperjelas mimpinya sambil terus mencoba membuat lampu. Hingga akhirnya kita bisa menikmati hasil dari upayanya.

Make it Happen!
Mimpi yang besar tidak akan berarti apa-apa tanpa ada action. Karena yang terjadi adalah NATO (No action Talk Only) atau NADO (No Action Dream Only). Mimpi itu tak ubahnya seperti mimpi di siang bolong. Untuk bisa mencapai mimpi besar itu, selain dari percaya (believe), kita harus mulai break down. Mimpikan yang besar, tapi lakukan dari hal-hal kecil. Seperti pepatah cina “Perjalanan 1000 mil dimulai dari langkah pertama”. Tak usah bersedih hati dan berkecil hati, apabila saat ini kita masih berada diposisi yang jauh dari mimpi itu. Teruslah berjuang untuk meraihnya. Break down apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai mimpi tersebut. Mengutip pepatah Mario Teguh “Lakukan hal kecil dengan kesungguhan yang besar”. Karena hal-hal besar akan datang pada orang yang mau melakukan hal kecil tapi dengan keseriusan dan kesungguhan yang besar.

Life is not theory. Life is action! Karena hidup tidak hanya teori, tapi hidup adalah tindakan. Maka jadilah bukti dari apa yang anda ucapkan. Kalau kita berkata bahwa disiplin itu baik, jadilah orang yang pertama datang ke tempat kerja. Terakhir saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan kalimat indah milik Thomas Henry Huxley bahwa “Akhir agung kehidupan bukanlah pengetahuan, melainkan tindakan.”
Selengkapnya...

10 Desember 2011

THE MAGIC OF FORGIVENESS

Memutuskan untuk tidak memaafkan berarti mengambil keputusan untuk menderitaGerald G Jampolsky

Dalam kehidupan tak mudah rasanya kita untuk melakukan tindakan memberi. Bila hal itu (memberi) dilakukan pun, pasti kita lihat-lihat dulu orangnya. Orang terdekat, saudara, teman lama atau siapa saja yang punya hubungan dekat dengan kita itu yang biasanya dapat prioritas pertama untuk kita beri. Itu saat kita berbicara mengenai pemberian berupa barang, uang atau mungkin kasih sayang. Nah bagaimana kalau yang akan kita beri adalah pemberian maaf, apalagi itu menyangkut seseorang yang telah melukai perasaan kita.


Tentu tidak mudah dan selalu tidak gampang untuk bisa memaafkan seseorang yang telah menyakiti kita baik itu berupa ucapan atau tindakan. Yang tersisa pasti hanya rasa dendam untuk membalas atas apa yang semua yang sudah dilakukan, sehingga barulah kalau itu sudah tercapai, maka hati ini akan menjadi puas. Tapi pertanyaannya apakah lantas hati ini akan bisa damai apabila sudah balas dendam, lalu bila dendam itu tidak terlaksana, betapa gundahnya hati ini dibuatnya.

Adalah perasaan itu pula yang saya rasakan ketika merasa dikhianati oleh seseorang yang sangat saya cintai. Perjalanan waktu sesudahnya, nyatanya tak bisa serta merta mengobati rasa luka di dada. Waktu yang kata orang menjadi obat dari segala pelipur lara, buktinya tetap tak berdaya bila ingat memori lama. Ada perasaan dendam yang mengemuka dan perasaan tak rela bila ternyata dia bahagia bersamanya.

Perasaan dendam dan sakit hati itu tetap saja tumbuh subur sampai akhirnya saya dapat pencerahan lewat buku yang tak sengaja saya baca. Dari situ saya bisa mengetahui kenapa perasaan terluka dan sakit hati itu tak kunjung sembuh jua. Jawabannya itu karena kita belum bisa memaafkan kejadian menyakitkan itu dengan sempurna.

Alur logika bisa dijelaskan dengan memulainya dari kata lupa. Hukum alamnya, lupa itu sesuatu yang tidak kita sengaja (terjadi secara alami). Itu adalah fitrah manusia, atau dengan kata lain lupa itu hal yang manusiawi. Sedangkan melupakan berarti tindakan yang disengaja, atau men-sengaja-kan untuk lupa. Melupakan sama seperti melawan hukum alam. Itulah kenapa ketika kita ingin melupakan sesuatu atau seseorang, justru bayangan itu akan semakin kuat tertanam di benak kita. Usaha seperti membakar surat cinta, foto atau benda-benda pemberiannya, dengan harapan bisa melupakannya, hasilnya tetap saja tidak bisa.

Rasa sakit hati dan dendam terhadap seseorang atau kejadian buruk itu akan “sembuh” bila kita sudah memaafkan. Menerima kenyataan pahit tersebut dan kembali pada kehidupan yang normal, maka akan berangsur-angsur lupa pada kejadian itu. Inilah lupa yang terjadi secara alami. Memaafkan bukan berarti melupakan, dengan kita memaafkan kita akan berusaha menghilangkan “beban” yang kita alami karena kejadian pahit itu. Kejadian itu sendiri tidak perlu kita lupakan. Justru kita harus belajar banyak dari kejadian tersebut. Sehingga suatu saat nanti kita bisa menceritakan hal yang menyakitkan itu dengan tanpa emosi dan santai atau bahkan dengan dengan menertawakan diri kita sendiri. Karena kita sudah tidak terpengaruh secara emosional dan sudah melepaskan ikatan emosi pada peristiwa tersebut.

Selengkapnya...

25 Juni 2011

MENANG TANPA NGASORAKE

Setiap “note” yang saya tulis pasti tak akan jauh-jauh dengan apa yang sedang dirasakan, diamati dan diharapkan. Tulisan buat saya seolah catatan sejarah tentang apa saja yang sudah terjadi menimpa hidup. Tulisan juga merupakan penyemangat tentang apa saja yang akan saya hendak capai dalam hidup. Tulisan juga sebagai pengingat dan alarm, saat saya merasa ada sesuatu salah dalam hidup, saat jalan yang dilalui sudah keluar dari relnya. Saya berharap saat saya tak ingat (khilaf), orang lain yang sudah membaca tulisanku nanti yang mengingatkannya. Jadi tidak ada satu pun niat untuk menggurui, merasa lebih tahu atau sudah bisa melakukannya, ketika saya menulis tema tertentu.

Seperti saat ini saya sedang rasakan suatu hal. Saya sedang merakan sindrom sukses-isme. Bangga dengan apa yang sudah diraih, sehingga mengecilkan proses dan menganggap orang lain lebih kecil atau kalah dari kita. Terlena dengan apa yang sudah didapat dan agak enggan untuk belajar karena merasa sedang berada dalam kesibukan, kesudahbisaan dan kesudahtahuaan (he ngawur bahasanya). Dalam bahasa yang indah penulis buku Brian Tracy menyebutnya sebagai jebakan intelektual, perasaan merasa sudah cukup dengan apa yang sudah diraih dan enggan belajar lagi. Parahnya apa yang saya rasakan (jebakan intelkektual/jebakan kesuksesan) tersebut kadang menjadi dasar untuk merendahkan dan meremehkan pencapaian orang lain.



Perasaan adigung adiguna rasanya tidak bisa dilepaskan dari dari kata rendah hati. Karena kalau perasaan rendah hati itu ada, tidak mungkin kita terperosok ke dalam perasaan sombong itu. Ada falsafah jawa yang adi luhung mengatakan "Sugih tanpa bandha, Digdaya tanpa aji, Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake". Demikian warisan leluhur yang diturunkan oleh RM Pandji Sosrokartono kepada anak cucunya. RM Pandji Sosrokartono ( Lahir tanggal 10 April 1877 ) adalah putra Bupati Jepara yaitu RM Adipati Ario Sosroningrat, dan adalah kakak dari Pahlawan Wanita Indonesia RA Kartini.

Menang tanpa ngasorake

Satu point saja yang ingin saya comot dari falsafah hidup yang luar biasa itu yaitu menang tanpa ngasorake. Saya mengenal istilah ini dan bisa melihat bagaimana cara atau contoh melakukannya ketika sedang senang-senangnya melihat debat pemilu. Dalam banyak kesempatan, saya jujur jatuh cinta dengan sosok yang memikat hati ketika dia sedang berdebat. Sebut saja dia Anas Urbaningrum, cara dia menyampaikan argumen, mempertahankan pendapat dan menyerang lawan debat, jauh dari kata menyakitkan, dilakukan dengan santun. Dan kalau pun lawan debatnya sudah mulai terpojok, dia selalu membuka ruang untuk lawannya bisa bersembunyi dan tidak merasa malu. Bukan personal orangnya yang ingin saya bahas melainkan ajaran apa yang sudah dia terapkan dalam melakukan debat, indah sekali rasanya bisa melihatnya.

Ternyata falsafah jawa tersebut lahir jauh sebelum manajemen modern ada. Hanya saja saya sendiri termasuk orang yang mengenal hal tersebut justru dari ajaran orang barat (mungkin karena saya sudah mengenal makanan Kentucky (KFC) sehingga melupakan makanan tempe bacem he3), adalah Dale Carnigie dalam sebuah karyanya “How to get friends and influence people”. Dia mengatakan “berikan kesempatan buat orang lain untuk menyembunyikan mukanya”. Namun saya yakin banyak diantara kita (termasuk saya), terkadang ketika emosi dan marah kepada seseorang, ingin rasanya menumpahkan semua sumpah serapah, ingin rasanya semua kejelekan dan aib orang tersebut kita buka. Biarlah dia tidak berkutik dan tidak ada kesempatan untuk menyembunyikan rasa malunya.


Padahal sejatinya, kita juga belum tentu lebih baik dari seseorang yang kita remehkan. Belum tentu sikap dan prilaku kita juga lebih baik dari apa yang kita tuduhkan ke mereka. Kalaupun ada perasaan kita bahwa kita merasa lebih di depan atau lebih dulu dari orang lain. Bukankan itu hanya masalah jarak dan waktu? Dengan percepatan, semangat dan motivasi yang kuat, rasanya kalau kita tidak mawas diri, akan sangat mudah buat orang lain untuk menyalip kita.

Keberhasilan dalam upaya pertama atau keberhasilan yang sudah digenggam, kadang membuat kita lengah dan terlena, sehingga akan mengerdilkan proses, dan menganggap semuanya sudah didapat dengan mudah. Kita sering tidak sadar bahwa, dunia akan cepat berputar, era akan cepat berganti. Kemampuan dan pengetahuan yang sudah kita dapat tidak akan relevan lagi dengan kondisi nanti. Jadi siapa saja yang tidak siap untuk perubahan dan persaingan, merasa puas dengan apa yang sudah dicapai, maka siap-siaplah dia akan digusur oleh orang lain yang lebih siap dan sedang berlari untuk mengejar ketertinggalannya.

Terakhir, tulisan ini hanya sebagai instrospeksi buat diri sendiri agar tidak mudah lalai dan terlena. Apa yang sudah dicapai tidaklah berarti apa-apa bila kita merasa angkuh dan tidak menjadi manfaat buat orang lain. Bersyukur bila tulisan ini bisa mengingatkan banyak orang juga yang sedang dimabukan dengan keberhasilan karena mungkin, sudah mendapatkan pekerjaan impian, pasangan idaman, materi dan harta yang didambakan. Selayaknya itu semua tidak membuat kita buta dan besar kepala. Karena itu sifatnya hanya sementara. Tak ada yang istimewa saat kita sudah dipanggil Sang Empunya. Wallahualam bisawab.....
Selengkapnya...

Proud To Be a Salesman

Salesman…hmm…pasti banyak diantara kita yang menyepelekan dan menganggap remeh profesi yang satu ini. Jauh kalah menterengnya dibandingkan dengan profesi yang lain seperti dokter, pengacara, konsultan, auditor dll. Bagi mahasiswa yang baru lulus dan sedang mencari kerja, lowongan kerja sebagai tenaga penjual sangat dihindari. Paling tidak seperti itu pula yang aku rasakan saat itu.

Sehingga dalam berbagai kesempatan banyak perusahaan yang menjebak calon mangsanya dengan nama-nama pekerjaan yang cukup asing. Seperti contoh dalam dunia perbankan kita mengenal istilah account officer, dunia farmasi mengenalnya sebagai medical representative, dalam perusahaan pembiayaan dikenal sebagai credit marketing officer, untuk perusahaan asuransi menyebutnya sebagai agen asuransi.



Saya termasuk salah seorang yang terkena jebakan itu…he3. Karena tadinya saya termasuk ke dalam kategori orang yang secara stereotif memandang sebelah mata pekerjaan sebagai seorang sales. Makanya dalam banyak pekerjaan yang saya coba lamar, prinsip kehati-hatian selalu saya jaga agar tidak salah ambil pilihan pekerjaan tersebut.

Dan seperti biasa, langkah awal selalu terasa berat untuk memulai sesuatu yang baru. Begitu pula yang aku rasakan saat pertama kali saat jadi sales. Beban target yang cukup besar dan pressure pekerjaan yang cukup kencang sempat membuat aku sedikit goyah dengan profesi ini. Sampai pada akhir saya meyakini, bahwa ini profesi yang cukup menjanjikan dan mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

Kenyataannya, dunia penjualan merupakan tempat yang cukup tepat untuk mengasah sikap mental, daya tahan terhadap tekanan, dan juga dalam mengelola kecerdasan emosi untuk bisa membina hubungan baik dengan banyak orang lain, baik itu teman sekantor maupun pelanggan. Secara jenjang karir pun cukup jelas, dimana kinerja seorang sales bisa diukur dengan jelas dari pencapaian target yang dibebankan. Dari segi pendapat pun cukup menggiurkan karena penghasilan tidak hanya diperoleh dari gaji pokok, tapi penghasilan lebih besar didapat dari insentif, bonus, atau komisi.

Bahkan secara idealisme, profesi sales pantas dibanggakan juga. Bagaimana tidak, coba kita runut dengan analisa logika seperti ini, pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari pajak, subyek pajak badan usaha member porsi yang cukup besar dibandingkan pajak yang dikenakan kepada individu. Dan dalam laporan keuangan perusahaan atau badan usaha, pajak diperoleh dari persentase (tarif pajak) di kali laba yang diperoleh. Laba sendiri diperoleh dari hasil selisih penjualan dikurangi biaya pokok dan biaya operasional lainnya. Jadi jelas lah sudah kalau penjualan menjadi pembentuk utama bagaimana laba bisa diperoleh. Dan kalau berbicara tentang penjualan, peran sales lah yang cukup dominan untuk transaksi itu bisa terjadi. Jadi seorang sales sebenarnya telah banyak memberi sumbangsih cukup besar pendapatan kepada negara walaupun secara tidak langsung.

Terakhir, menghadapi ketatnya persaingan hidup di masa depan, rasanya tidak berlebihan kalau kemampuan menjual menjadi keterampilan yang cukup dibutuhkan. Yang pertama adalah kemampuan untuk menjual, artinya menjual produk apapun yang dipegangnya. Dan kalau pun kita tidak mempunyai hal tersebut, paling tidak kita bisa menjual kemampuan yang kita miliki, apapun profesi kita. Karena dengan kemampuan ini kita bisa menjadi dokter yang lebih banyak pasiennya dibandingkan dokter lain, pengacara yang lebih terkenal dari pengacara yang lain, auditor yang lebih handal dari auditor yang lain dan banyak lagi yang lainnya…Dan bagi saya menjadi sales salah satu cara untuk bisa hijrah dari kuadran kiri ke kuadran kanan..semoga dimudahkan….
Selengkapnya...

04 Maret 2011

Bahagia dan kaya, untuk siapa?

"Saat anda sedang dekat dengan seseorang, mana yang akan anda pilih, "SESEORANG YANG MEMBUAT ANDA YAKIN BAHWA DIA ORANG HEBAT ATAU SESEORANG YANG MEMBUAT ANDA YAKIN BAHWA ANDA PUN ORANG HEBAT." Mana yang akan anda pilih? "

Saya awali note ini dengan ungkapan yang cukup menarik yang diucapkan oleh salah satu motivator Indonesia. Ucapan itu rasanya semakin kontektual dengan beberapa kejadian yang saya alami. Godaan untuk menunjukan siapa kita rasanya semakin kuat, apalagi saat kesuksesan kian mendekati kita. Rasanya ingin semua orang tau kalau kita ini orang hebat, punya harta banyak, jabatan tinggi. Tak puas rasanya kalau orang belum tau raihan kita. Dalam pribahasa sunda "asa aing uyah kidul". Muaranya cuma satu, yaitu pengakuan dari orang lain.


Banyak yang tak sadar kalau ternyata apa yang kita lakukan, untuk menunjukan kelebihan kita ternyata tak jarang membuat orang lain merasa iri. Bahkan yang lebih parah justru membuat orang lain merasa inferior dengan dirinya sendiri. Imbasnya mereka akan merasa kalah dan tidak semangat lagi dalam hidup. Karena apa yang kita capai akan menjadi pembanding yang cukup sulit untuk disamai bahkan didekati. Lantas pertanyaannya buat apa dong kesuksesan yang kita dapatkan dan kita bangga-banggakan selama ini?

Mengapa kita begitu menggebu untuk mengumpulkan banyak harta. Terobsesi untuk menaikan derajat dengan naik pangkat. Kalau ternyata apa yang kita dapatkan itu tidak berimbas atau tidak memberi manfaat buat banyak orang. Bukankah sejak dulu agama mengajarkan "khairunnas anfa'uhum linnas" bahwa sebaik baik manusia adalah yang banyak manfaatnya. Lalu buat apa harta yang banyak kalau tidak bisa membantu orang yang sedang kesusahan. Buat apa pangkat yang tinggi kalau ternyata tidak memberi dampatk positif buat orang lain.


Tak ada salah dengan menjadi kaya. Dan tak ada yang keliru bila ingin bahagia. Yang jadi masalah adalah, sudahkah anda merencanakan untuk mengikutsertakan kebahagiaan orang lain dari kebahagiaan yang ingin anda capai? Dan dalam rencana kesuksesan, sudahkah anda memasukan rencana untuk membuat banyak orang sukses juga? Kalau belum...periksa kembali rencana anda. Karena bahagia dan kaya kalau hanya untuk sendiri.... buat apa?


Selengkapnya...

17 November 2010

KESEMPATAN ITU MASIH ADA !!!

“Dalam bahasa Inggris kata kesempatan adalah opportunity, inisial huruf O di depan kata, bukannya tanpa makna, itulah kenapa dalam kata yesterday (kemarin) tidak terdapat huruf O, karena memang hari kemarin sudah berlalu, tak ada kesempatan lagi untuk dirubah, Berbeda dengan kata Today (sekarang/hari ini), terdapat 1 huruf O, itu karena kita punya 1 kesempatan untuk yang harus dimanfaatkan, dan jangan takut, dengan berapa besarnya kesalahan yang kita perbuat kemarin dan hari ini, bila kita punya hari esok (Tommorow), itu karena kita punya banyak O (opportunity) untuk merencanakan dan melakukan perubahan”

Kalimat bijak itu tak sengaja aku baca di bbm-ku, karena saat itu masih pagi buta, makanya aku tak sempat mencerna maknanya, karenanya aku berlalu ke kamar mandi untuk melakukan hajatku. Penasaran dengan maksud kalimat itu, aku coba baca kembali isi bbm dengan seksama. Akhirnya aku tersenyum simpul, setelah aku pahami maksudnya dan setelah tau siapa yang mengirimnya. Pesan itu sengaja dikirim oleh bos-ku, sebagai “sarapan pagi”, sebelum aku berangkat kerja. Maklum saja sebagai seorang sales, aku dituntun untuk terus memelihara api semangat itu agar tetap membara. Karena kesempatan akan terbuka lebar saat ini dan esok hari.

Dalam perjalanannya, aku pikir kalimat itu semakin kontektual dengan beberapa kejadian yang sering kita alami. Tak jarang kita tak bersemangat lagi, dan menyesali dengan apa yang sudah terjadi/apa yang sudah diperbuat. Seolah semuanya sirna gara-gara kita melakukan satu kesalahan dan kegagalan. Dunia seperti mau kiamat, matahari seakan tak akan terbit lagi, semua sinar pencerahan terhalangi oleh kesalahan yang sudah kita perbuat. Makanya tak heran ada diantara kita yang menyikapi kondisi ini dengan sikap putus asa dan penuh penyesalan.

Padahal kalau kita benturkan apa yang kita alami dengan kalimat di atas. Tak ada alasan kita untuk patah semangat dan putus asa. Ya…hari kemarin..hanya sebuah kenangan, tak ada yang bisa kita rubah, seperti pepatah “nasi sudah menjadi bubur”. Tanpa kita sadari, kita ternyata masih punya hari ini, artinya kita punya kesempatan untuk melakukan perbaikan dari kesalahan yang telah kita perbuat. Dan tentunya terakhir kita harus tetap optimis dan semangat, untuk menyambut hari esok, karena yakinlah, akan banyak kesempatan yang datang.

Penyesalan dan ratapan saja tak akan membantu menyelesaikan apa-apa. Justru jadikan kegagalan hari kemarin sebagai batu loncatan untuk melakukan perbaikan diri. Bahkan John C Maxwell (Pakar Kepemimpinan Dunia) pernah berpesan jangan takut dengan banyaknya kegagalan yang kita alami, dia berceloteh ‘tak peduli berapa banyak susu yang anda tumpahkan, yang penting anda masih mempunyai sapinya” artinya selagi kita masih punya semangat dan optimisme kita akan bisa tetap survive.

Dalam banyak hal, justru sering kita lihat, orang yang berhasil dan sukses. Orang yang sebelumnya banyak melakukan kesalahan dan kegagalan. Itu karena mereka mampu bangkit dari kesulitan itu. Seperti pepatah “nahkoda yang hebat, tidak akan lahir dari ombak yang tenang”. Artinya seseorang yang hebat dan menjadi pemenang adalah orang yang mampu mengatasi banyaknya kesulitan dan hambatan.

Satu hal yang penting dan tak boleh diabaikan adalah, ada kalanya semangat itu redup, bahkan padam, lalu bagaimana caranya agar itu menyala dan membara terus ? Salah satu caranya, yang coba saya resapi dari nasehatnya Pak Mario teguh “ jadikan diri anda bernilai pada orang-orang disekitar anda (orang yang kita cintai)”. Karena saat semangat kita mulai meredup, atau kita lagi dalam kondisi lemah….Maka merekalah yang akan menguatkan kita. Karena mungkin bagi dunia kita hanyalah seseorang, tapi bagi mereka, kitalah dunianya…..So bersemangatlah…..KESEMPATAN ITU MASIH ADA!!!

Selengkapnya...

e-book motivasi gratiss