SOSOK PEMBELAJAR YANG SENANG BERMIMPI

25 Juni 2011

MENANG TANPA NGASORAKE

Setiap “note” yang saya tulis pasti tak akan jauh-jauh dengan apa yang sedang dirasakan, diamati dan diharapkan. Tulisan buat saya seolah catatan sejarah tentang apa saja yang sudah terjadi menimpa hidup. Tulisan juga merupakan penyemangat tentang apa saja yang akan saya hendak capai dalam hidup. Tulisan juga sebagai pengingat dan alarm, saat saya merasa ada sesuatu salah dalam hidup, saat jalan yang dilalui sudah keluar dari relnya. Saya berharap saat saya tak ingat (khilaf), orang lain yang sudah membaca tulisanku nanti yang mengingatkannya. Jadi tidak ada satu pun niat untuk menggurui, merasa lebih tahu atau sudah bisa melakukannya, ketika saya menulis tema tertentu.

Seperti saat ini saya sedang rasakan suatu hal. Saya sedang merakan sindrom sukses-isme. Bangga dengan apa yang sudah diraih, sehingga mengecilkan proses dan menganggap orang lain lebih kecil atau kalah dari kita. Terlena dengan apa yang sudah didapat dan agak enggan untuk belajar karena merasa sedang berada dalam kesibukan, kesudahbisaan dan kesudahtahuaan (he ngawur bahasanya). Dalam bahasa yang indah penulis buku Brian Tracy menyebutnya sebagai jebakan intelektual, perasaan merasa sudah cukup dengan apa yang sudah diraih dan enggan belajar lagi. Parahnya apa yang saya rasakan (jebakan intelkektual/jebakan kesuksesan) tersebut kadang menjadi dasar untuk merendahkan dan meremehkan pencapaian orang lain.



Perasaan adigung adiguna rasanya tidak bisa dilepaskan dari dari kata rendah hati. Karena kalau perasaan rendah hati itu ada, tidak mungkin kita terperosok ke dalam perasaan sombong itu. Ada falsafah jawa yang adi luhung mengatakan "Sugih tanpa bandha, Digdaya tanpa aji, Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake". Demikian warisan leluhur yang diturunkan oleh RM Pandji Sosrokartono kepada anak cucunya. RM Pandji Sosrokartono ( Lahir tanggal 10 April 1877 ) adalah putra Bupati Jepara yaitu RM Adipati Ario Sosroningrat, dan adalah kakak dari Pahlawan Wanita Indonesia RA Kartini.

Menang tanpa ngasorake

Satu point saja yang ingin saya comot dari falsafah hidup yang luar biasa itu yaitu menang tanpa ngasorake. Saya mengenal istilah ini dan bisa melihat bagaimana cara atau contoh melakukannya ketika sedang senang-senangnya melihat debat pemilu. Dalam banyak kesempatan, saya jujur jatuh cinta dengan sosok yang memikat hati ketika dia sedang berdebat. Sebut saja dia Anas Urbaningrum, cara dia menyampaikan argumen, mempertahankan pendapat dan menyerang lawan debat, jauh dari kata menyakitkan, dilakukan dengan santun. Dan kalau pun lawan debatnya sudah mulai terpojok, dia selalu membuka ruang untuk lawannya bisa bersembunyi dan tidak merasa malu. Bukan personal orangnya yang ingin saya bahas melainkan ajaran apa yang sudah dia terapkan dalam melakukan debat, indah sekali rasanya bisa melihatnya.

Ternyata falsafah jawa tersebut lahir jauh sebelum manajemen modern ada. Hanya saja saya sendiri termasuk orang yang mengenal hal tersebut justru dari ajaran orang barat (mungkin karena saya sudah mengenal makanan Kentucky (KFC) sehingga melupakan makanan tempe bacem he3), adalah Dale Carnigie dalam sebuah karyanya “How to get friends and influence people”. Dia mengatakan “berikan kesempatan buat orang lain untuk menyembunyikan mukanya”. Namun saya yakin banyak diantara kita (termasuk saya), terkadang ketika emosi dan marah kepada seseorang, ingin rasanya menumpahkan semua sumpah serapah, ingin rasanya semua kejelekan dan aib orang tersebut kita buka. Biarlah dia tidak berkutik dan tidak ada kesempatan untuk menyembunyikan rasa malunya.


Padahal sejatinya, kita juga belum tentu lebih baik dari seseorang yang kita remehkan. Belum tentu sikap dan prilaku kita juga lebih baik dari apa yang kita tuduhkan ke mereka. Kalaupun ada perasaan kita bahwa kita merasa lebih di depan atau lebih dulu dari orang lain. Bukankan itu hanya masalah jarak dan waktu? Dengan percepatan, semangat dan motivasi yang kuat, rasanya kalau kita tidak mawas diri, akan sangat mudah buat orang lain untuk menyalip kita.

Keberhasilan dalam upaya pertama atau keberhasilan yang sudah digenggam, kadang membuat kita lengah dan terlena, sehingga akan mengerdilkan proses, dan menganggap semuanya sudah didapat dengan mudah. Kita sering tidak sadar bahwa, dunia akan cepat berputar, era akan cepat berganti. Kemampuan dan pengetahuan yang sudah kita dapat tidak akan relevan lagi dengan kondisi nanti. Jadi siapa saja yang tidak siap untuk perubahan dan persaingan, merasa puas dengan apa yang sudah dicapai, maka siap-siaplah dia akan digusur oleh orang lain yang lebih siap dan sedang berlari untuk mengejar ketertinggalannya.

Terakhir, tulisan ini hanya sebagai instrospeksi buat diri sendiri agar tidak mudah lalai dan terlena. Apa yang sudah dicapai tidaklah berarti apa-apa bila kita merasa angkuh dan tidak menjadi manfaat buat orang lain. Bersyukur bila tulisan ini bisa mengingatkan banyak orang juga yang sedang dimabukan dengan keberhasilan karena mungkin, sudah mendapatkan pekerjaan impian, pasangan idaman, materi dan harta yang didambakan. Selayaknya itu semua tidak membuat kita buta dan besar kepala. Karena itu sifatnya hanya sementara. Tak ada yang istimewa saat kita sudah dipanggil Sang Empunya. Wallahualam bisawab.....
Selengkapnya...

Proud To Be a Salesman

Salesman…hmm…pasti banyak diantara kita yang menyepelekan dan menganggap remeh profesi yang satu ini. Jauh kalah menterengnya dibandingkan dengan profesi yang lain seperti dokter, pengacara, konsultan, auditor dll. Bagi mahasiswa yang baru lulus dan sedang mencari kerja, lowongan kerja sebagai tenaga penjual sangat dihindari. Paling tidak seperti itu pula yang aku rasakan saat itu.

Sehingga dalam berbagai kesempatan banyak perusahaan yang menjebak calon mangsanya dengan nama-nama pekerjaan yang cukup asing. Seperti contoh dalam dunia perbankan kita mengenal istilah account officer, dunia farmasi mengenalnya sebagai medical representative, dalam perusahaan pembiayaan dikenal sebagai credit marketing officer, untuk perusahaan asuransi menyebutnya sebagai agen asuransi.



Saya termasuk salah seorang yang terkena jebakan itu…he3. Karena tadinya saya termasuk ke dalam kategori orang yang secara stereotif memandang sebelah mata pekerjaan sebagai seorang sales. Makanya dalam banyak pekerjaan yang saya coba lamar, prinsip kehati-hatian selalu saya jaga agar tidak salah ambil pilihan pekerjaan tersebut.

Dan seperti biasa, langkah awal selalu terasa berat untuk memulai sesuatu yang baru. Begitu pula yang aku rasakan saat pertama kali saat jadi sales. Beban target yang cukup besar dan pressure pekerjaan yang cukup kencang sempat membuat aku sedikit goyah dengan profesi ini. Sampai pada akhir saya meyakini, bahwa ini profesi yang cukup menjanjikan dan mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

Kenyataannya, dunia penjualan merupakan tempat yang cukup tepat untuk mengasah sikap mental, daya tahan terhadap tekanan, dan juga dalam mengelola kecerdasan emosi untuk bisa membina hubungan baik dengan banyak orang lain, baik itu teman sekantor maupun pelanggan. Secara jenjang karir pun cukup jelas, dimana kinerja seorang sales bisa diukur dengan jelas dari pencapaian target yang dibebankan. Dari segi pendapat pun cukup menggiurkan karena penghasilan tidak hanya diperoleh dari gaji pokok, tapi penghasilan lebih besar didapat dari insentif, bonus, atau komisi.

Bahkan secara idealisme, profesi sales pantas dibanggakan juga. Bagaimana tidak, coba kita runut dengan analisa logika seperti ini, pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari pajak, subyek pajak badan usaha member porsi yang cukup besar dibandingkan pajak yang dikenakan kepada individu. Dan dalam laporan keuangan perusahaan atau badan usaha, pajak diperoleh dari persentase (tarif pajak) di kali laba yang diperoleh. Laba sendiri diperoleh dari hasil selisih penjualan dikurangi biaya pokok dan biaya operasional lainnya. Jadi jelas lah sudah kalau penjualan menjadi pembentuk utama bagaimana laba bisa diperoleh. Dan kalau berbicara tentang penjualan, peran sales lah yang cukup dominan untuk transaksi itu bisa terjadi. Jadi seorang sales sebenarnya telah banyak memberi sumbangsih cukup besar pendapatan kepada negara walaupun secara tidak langsung.

Terakhir, menghadapi ketatnya persaingan hidup di masa depan, rasanya tidak berlebihan kalau kemampuan menjual menjadi keterampilan yang cukup dibutuhkan. Yang pertama adalah kemampuan untuk menjual, artinya menjual produk apapun yang dipegangnya. Dan kalau pun kita tidak mempunyai hal tersebut, paling tidak kita bisa menjual kemampuan yang kita miliki, apapun profesi kita. Karena dengan kemampuan ini kita bisa menjadi dokter yang lebih banyak pasiennya dibandingkan dokter lain, pengacara yang lebih terkenal dari pengacara yang lain, auditor yang lebih handal dari auditor yang lain dan banyak lagi yang lainnya…Dan bagi saya menjadi sales salah satu cara untuk bisa hijrah dari kuadran kiri ke kuadran kanan..semoga dimudahkan….
Selengkapnya...

e-book motivasi gratiss