SOSOK PEMBELAJAR YANG SENANG BERMIMPI

05 Desember 2008

Menjadi Kaya dengan Bersyukur

Dalam hidup kita sering berfokus pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Contoh yang sederhana semisal kita sudah mempunyai sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik, tapi pikiran kita masih saja merasa kurang. Pikiran kita sering dipenuhi dengan beban dan berbagai target yang ingin dicapai. Kalaupun apa yang kita inginkan dan cita-citakan tercapai, anehnya kita “tidak merasa puas”, kalau pun ada rasa puas paling hanya sesaat.

Belum lagi kecederungan kita untuk membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita sering membandingkan kelemahan kita dengan kelebihan orang lain. Sehingga semakin merasa inferior-lah diri kita. Bila melihat teman, tetangga atau orang lain yang punya kehidupan lebih baik, kita sering merasa iri hati melihatnya. Apalagi bila melihat teman kita yang penghasilannya lebih tinggi, padahal dulunya sama dengan kita, atau bahkan dibawah kita, akan menambah rasa sesak saja di dada ini. Sehingga tidak jarang kita sering gonta-ganti pekerjaan hanya untuk kelihatan hebat dimata orang lain. Tanpa peduli apakah yang kita kerjakan baik untuk kehidupan kita atau tidak.

Untuk lebih memaknai arti bersyukur ini, ada cerita yang saya ambil dari tulisannya Pak Gede Prama yang sangat menarik untuk kita simak. "Suatu hari, Nasrudin lari terbirit-birit menemui gurunya. Begitu berjumpa, tanpa permisi ia langsung minta tolong: ‘Tolong guru rumah saya jadi neraka. Ada istri cerewet, mertua yang banyak maunya, putera-puteri beserta sepupu-sepupu mereka yang ribut lari ke sana ke mari. Apa pun yang guru sarankan akan saya lakukan, asal nerakanya hilang surganya datang’.

Yakin Nasrudin akan memenuhi janji, gurunya pun bertanya: ‘Apakah kamu punya binatang peliharaan?’. Dengan gesit Nasrudin menyebut ada empat angsa, enam ayam, tujuh kambing, delapan kelinci, serta sejumlah burung. Karena itu, sang guru menyuruh Nasrudin memasukkan semua binatang peliharaan ke dalam rumah, semua manusia juga harus ada di dalam, kemudian tutup pintu dan jendela rapat-rapat. Selama sebelas hari tidak boleh ada satu pun manusia atau binatang yang keluar dari rumah.
‘Tapi, tapi….’, sahut Nasrudin dengan nada gugup. Dengan sigap gurunya menjawab: ‘Jangan lupa kamu sudah janji!’. Dan terpaksalah Nasrudin kembali ke rumah melaksanakan perintah gurunya.

Sebelas hari kemudian, Nasrudin datang dengan langkah yang jauh lebih kacau dari sebelumnya. ‘Toloong guru, tolong, jangankan manusia, bahkan kambing pun sudah mau gila sebelas hari di dalam rumah’. Dengan tersenyum bijaksana gurunya berucap: ‘Sekarang keluarkan semua binatang, bergotong royong penuh gembiralah, bersihkan rumah’. Dan beberapa waktu kemudian, Nasrudin mendatangi rumah gurunya dengan wajah ceria: ‘Terimakasih guru, rumahnya sudah jadi surga!’.

Inilah cerita manusia dari dulu hingga sekarang. Banyak rumah kehidupan yang berubah jadi neraka karena saling benci dan saling memarahi. Dan ternyata menemukan surga hanya persoalan memilih pembanding yang tepat. Bila pembandingnya tepat (dalam kisah Nasrudin pembandingnya rumahnya yang penuh binatang), surga terbuka. Jika pembandingnya selalu yang serba lebih (lebih kaya, lebih cantik, lebih terkenal, lebih bijaksana) maka surga pun tidak pernah terbuka".

Akhirnya, hidup ternyata persoalan sikap. Surga maupun neraka ternyata hasil ikutan dari sikap. Bila sikapnya keluhan dan kekurangan maka neraka yang terlihat. Jika sikapnya bersabar dan bersyukur maka surga yang tampak. Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena rasa syukur merupakan kualitas hati yang tertinggi dan merasa cukup merupakan harta terbesar kita. Salam Sukses!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

e-book motivasi gratiss